Pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang
diwarnai keintiman dimana satu sama lain terlibat dalam perasaan cinta dan
saling mengakui pasangannya sebagai pacar. Melalui berpacaran seseorang akan
mempelajari mengenai perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan dan
berbagi dalam hubungan dengan orang lain. Salah satu tugas perkembangan dewasa
muda adalah berkisar pada pembinaan hubungan intim dengan orang lain.
Namun pada kenyataannya, seringkali terjadi bahwa pacaran yang dilakukan remaja dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif, misalnya pacaran diiringi dengan perilaku seksual pranikah, kekerasan dalam berpacaran, bahkan tidak jarang terjadi kasus-kasus pembunuhan, perkosaan hingga maraknya kasus-kasus hubungan seksual yang direkam melalui handphone. Salah satu fenomena yang saat ini semakin banyak muncul pada hubungan berpacaran adalah kekerasan dalam pacaran (KDP).
Namun pada kenyataannya, seringkali terjadi bahwa pacaran yang dilakukan remaja dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif, misalnya pacaran diiringi dengan perilaku seksual pranikah, kekerasan dalam berpacaran, bahkan tidak jarang terjadi kasus-kasus pembunuhan, perkosaan hingga maraknya kasus-kasus hubungan seksual yang direkam melalui handphone. Salah satu fenomena yang saat ini semakin banyak muncul pada hubungan berpacaran adalah kekerasan dalam pacaran (KDP).
Data kasus kekerasan yang ditangani oleh Jaringan
Relawan Independen (JaRI) periode April 2002-Juni 2007, yakni, dari 263 kasus
kekerasan yang masuk, ada 92% korban perempuan (sekitar 242 orang). Dimana
sepertiganya merupakan kekerasan dalam pacaran (KDP). Sementara itu, kasus
kekerasan dalam pacaran (KDP) dan perkosaan pun menjadi kasus dominan yang
ditangani Rifka Annisa Women`s Crisis Center asal Yogyakarta, setelah kekerasan
terhadap istri. Selama 14 tahun terakhir, dari 3.627 kasus kekerasan terhadap
perempuan yang terungkap, sekitar 26 % di antaranya adalah kekerasan dalam
pacaran (KDP) dan perkosaan. Rifka Annisa (2002) mencatat bahwa kekerasan
terhadap perempuan yang terjadi antara bulan Januari-Juli 2002 tercatat
sebanyak 248 kasus. Dimana 60 kasus merupakan kekerasan pada masa pacaran (KDP)
dan perkosaan 30 kasus.
Fenomena kekerasan dalam pacaran (KDP) sebenarnya
seperti gunung es. Sebab, angka-angka tersebut hanya berdasar pada jumlah kasus
yang dilaporkan, padahal dalam kenyataannya, tidaklah mudah bagi korban
kekerasan melaporkan kasus yang dialaminya.
Kekerasan dalam Pacaran (KDP)
Kekerasan dalam Pacaran (KDP)
Banyak orang yang peduli tentang kekerasan yang
terjadi di dalam rumah tangga (Domestic Violence), namun masih sedikit yang
peduli pada kekerasan yang terjadi berpacaran (Kekerasan Dalam Pacaran/KDP)
atau Dating Violence). Banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah
mungkin terjadi kekerasan, karena pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang
penuh dengan hal-hal yang indah, di mana setiap hari diwarnai oleh manisnya
tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar.
Kekerasan dalam Pacaran (KDP) adalah perilaku atau tindakan seseorang dapat disebut sebagai tindak kekerasan dalam percintaan atau pacaran apabila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan oleh pasangannya pada hubungan pacaran. Suatu tindakan dikatakan kekerasan apabila tindakan tersebut sampai melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis, bila yang melukai adalah pacar maka ini bisa digolongkan tindak kekerasan dalam pacaran (KDP).
Kekerasan dalam Pacaran (KDP) adalah perilaku atau tindakan seseorang dapat disebut sebagai tindak kekerasan dalam percintaan atau pacaran apabila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan oleh pasangannya pada hubungan pacaran. Suatu tindakan dikatakan kekerasan apabila tindakan tersebut sampai melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis, bila yang melukai adalah pacar maka ini bisa digolongkan tindak kekerasan dalam pacaran (KDP).
Sebenarnya kekerasan ini tidak hanya dialami oleh
perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan
yang dilakukan oleh pacarnya. Tetapi perempuan lebih banyak menjadi korban
dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya
ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat
luas. Ketidakadilan dalam hal jender selama ini telah terpatri dalam kehidupan
sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah,
penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya,
sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.
Payung hukum terhadap terjadinya tindak kekerasan
terhadap perempuan, sebetulnya sudah cukup terakomodasi melalui UU No. 23 tahun
2004 tentang KDRT. Namun untuk kekerasan dalam pacaran (KDP), belum ada payung
hukum khusus, dan masih menggunakan KUHP sebab dianggap kasus kriminal biasa.
Kekerasan dalam pacaran (KDP) bisa masuk dalam KDRT, karena kekerasan yang
terjadi dalam relasi domestik, antara laki-laki dan perempuan yang memiliki
hubungan khusus.
Hal yang khas yang sering muncul dalam kasus
kasus kekerasan dalam pacaran adalah bahwa korban biasanya memang cenderung
lemah, kurang percaya diri, dan sangat mencintai pasangannya. Apalagi karena
sang pacar, setelah melakukan kekerasan (menampar, memukul, nonjok, dll)
biasanya setelah itu menunjukkan sikap menyesal, minta maaf, dan berjanji tidak
akan mengulangi tindakan kekerasan lagi, dan bersikap manis kepada pasangannya.
Pada dasarnya, hubungan pacaran adalah sarana melatih keahlian individu dalam kepekaan,
empati, kemampuan untuk mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik serta
kemampuan untuk mempertahankan komitmen. Jika individu mampu mengkomunikasikan
emosi dan menyelesaikan konflik dengan baik niscaya kekerasan dalam pacaran
(KDP) tidak akan terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis menduga bahwa
salah satu penyebab terjadi kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah rendahnya
tingkat asertivitas individu. Rendahnya asertivitas tersebut tampak ketika
individu cenderung menerima segala bentuk perlakuan oleh pasangannya, meskipun
sebetulnya individu merasa tersiksa. Asertif berfungsi sebagai
mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik dalam berpacaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar