1. Klasifikasi/ Sistematika Teripang
Teripang
termasuk ke dalam Filum Echinodermata dari Kelas Holothuroidea. Tubuh hewan ini
lunak, panjang silindris, memiliki warna dan corak yang beragam, memiliki
tentakel pada bagian mulut atau oral, kaki tabung, dan beberapa jenis dapat
mengeluarkan cairan yang lengket seperti getah karet untuk melindungi diri
(Widigdo dkk., 2005)
Teripang adalah
istilah yang diberikan untuk hewan invertebrata timun laut (Holothuroidea) yang
dapat dimakan. Ia tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari
zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik Barat Teripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar
substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang
merupakan komponen penting dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem
asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic levels). Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit
(deposit feeder) dan pemakan suspensi
(suspensi feeder) (Martoyo, 2007).
Menurut Clark and Rowe (1971) klasifikasi teripang
adalah sebagai berikut:
Filum : Echinodermata
Sub filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub kelas :
Apidochirotacea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuridae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria
sp
Teripang
merupakan salah satu anggota dari filum Echinodermata, yaitu kelompok hewan invertebrata yang berkulit
duri. Namun tidak semua teripang mempunyai duri pada kulitnya. Duri-duri pada
teripang sebenarnya adalah skelet atau rangka dari kapur tersusun dari kapur
yang terdapat dalam kulitnya (Nontji, 1987).
2.
Morfologi dan Anatomi Teripang
Rangka kapur teripang tidak dapat di lihat dengan mata
telanjang, karena bentuknya sangat kecil dan hanya dapat di lihat dengan
bantuan miksroskop (Martoyo dkk., 2007).
Teripang
dalam ekosistem laut termasuk dalam katagori benthos yang mendiami dasar perairan
pantai dan dapat digunakan sebagai indikator untuk menunjukan keadaan
lingkungan dimana komunitas tersebut berada (Krebs, 1972). Teripang
adalah salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Tubuh teripang lunak, berdaging dan
bentuknya silindris memanjang seperti buah ketimun, itulah sebabnya hewan ini
dinamakan ketimun laut. Gerakannya sangat lambat sehingga hampir seluruh
hidupnya berada di dasar laut. Warnanya pun bermacam – macam mulai dari hitam,
abu – abu, kecoklat – coklatan, kemerah – merahan, kekuning – kuningan, sampai
putih (Martoyo, 2007).
Teripang umumnya
berbentuk bulat panjang atau selindris sekitar 10-30 cm. Mulutnya dikelilingi
oleh tentakel-tentakel atau lengan peraba yang kadang-kadang bercabang-cabang,
mulut terdapat pada salah satu ujungnya dan dubur pada ujung lainnya. Tubuhnya
berotot, tipis dan tebal, lembek atau licin serta kulitnya dapat kasar atau
berbintil bintil (Nontji, 1993).
Berdasarkan kedudukan mulut dan
anus, tubuh teripang dibagi menjadi dua yaitu anterior dan posterior. Sekeliling
mulut terdapat 10-30 tantakel yang dapat dijulurkan dan ditarik kembali karena
adanya kontraksi otot refraktor tantakel dan refraktor mulut (Fechter, 1974).
Tantakel ini berguna untuk mengambil makanan, yaitu detritus dan plankton yang
berada di sekitarnya (Barnes, 1963).
Tubuh
teripang yang bulat memanjang dengan garis oral sebagai sumbu yang
menghubungkan anterior dan posterior, sepintas tidak diduga bahwa kelompok ini
termasuk filum binatang berkulit duri karena penampakannya tidak demikian,
duri-duri terisebut merupakan butir-butir kapur mikroskopik yang terletak
tersebar di dalam lapisan dermis (Hyman, 1995).
Teripang
termasuk jenis hewan diocius. Artinya
hewan yang berkelamin jantan terpisah dengan yang berkelamin betina. Untuk
membedakan jenis kelamin tersebut secara morfologis sangat sulit sekali dan
harus dilakukan pembedaan gonad untuk diambil organ kelamin (Martoyo dkk.,
2007). Alat
kelamin atau reproduksi teletak pada bagian mulut atau sebelah dorsal anterior
yang berbentuk tubulus memanjang
sifatnya diocious (Notowinarto,
1994).
Menurut Johnson et al., (1977), teripang memiliki dua
macam sistem pernafasan, yaitu pernafasan berbentuk saluran yang
bercabang-cabang seperti pohon sehingga dikenal dengan nama pohon pernapasan (respiratory tree) yang berfungsi
menghisap oksigen dan menyalurkan ke darah, dan pernapasan berbentuk kaki
tabung (teube feet) yang terletak di
dinding tubuh berfungsi mengisap oksigen yang terlarut dalam air.
3. Habitat Teripang
Teripang ditemukan hampir di seluruh perairan pantai
mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan yang dalam (Nontji,
1993). Habitat spesies teripang yaitu paparan terumbu karang, tempat berpasir,
tempat berbatu dan pasir lumpur (Martoyo dkk.,
2007). Menurut Suwarni (1987)
dalam
Nuraini dkk., (1995), teripang dapat dijumpai pada dasar perairan yang berpasir, sedikit
berlumpur atau pada pecahan karang bercampur lumpur laut.
Teripang lebih suka hidup di perairan yang
jernih dan relatif tenang, habitat yang spesifik untuk teripang pasir adalah
daerah yang berpasir atau pasir yang bercampur lumpur yang mempunyai kedalaman
kurang dari 1 – 40 meter atau perairan dangkal yang banyak di jumpai lamun (Martoyo dkk., 2007), selanjutnya Barnes dalam
Suprapto dkk., (1994), menyatakan
bahwa teripang muda biasa berada pada perairan dangkal (2-5 meter) hal ini
terjadi karena larva hewan ini bersifat planktonis sehingga akan terbawa arus
dari peraiaran dalam ke arah pantai dan beberapa saat kemudian menjad individu
muda yang hidup di perairan dangkal.
Menurut
Conand dan Sloan (1989), teripang ditemukan pada habitat yang selalu
berada di bawah garis surut terendah. Topografi dan tingkat kekeringan dari
rataan terumbu pada lokasi setempat sangat berpengaruh terhadap distribusi teripang
yang ada pada lokasi tersebut. Habitat dengan dasar pasir karang yang ditumbuhi
lamun (seagrass) merupakan
tempat hidup teripang.
Teripang yang banyak dijumpai di daerah
pasang surut hingga laut dalam lebih menyukai hidup pada habitat-habitat tertentu.
Beberapa kelompok teripang hidup di daerah berbatu yang dapat digunakan untuk
bersembunyi, sedangkan teripang lain hidup pada rumput atau lamun dan ada juga
yang membuat lubang dan lumpur atau pasir. Teripang pada umumnya berada pada
tempat yang airnya tenang, teripang tidak tahan terhadap suatu kondisi yang
sedikit ekstrim. Ada beberapa jenis tertentu jika mengalami gangguan, mereka
akan mengeluarkan isi perutnya yang
mempunyai daya lekat tinggi (Kastoro dan Surjadinoto dalam Winanto, 1987). Teripang biasanya
bersembunyi dalam lubang atau celah batu dan koral, atau membenamkan diri dalam
lumpur atau pasir laut, dan hanya bagian posteriornya saja yang tampak
(Suwignyo dkk., 2005).
Pada perairan Wori, Kima Bajo dan Tiwoho yang
termasuk dalam wilayah Kecamatan Tuminting, Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi
Sulawesi Utara teripang hampir dijumpai di seluruh perairan pantai dari
kedalaman 1 meter sampai kedalaman 30 meter. Di perairan ini jenis teripang
komersial yang termasuk dalam kategori utama adalah Holothuria scabra, Holothuria
nobilis dan Thelenota ananas, yang bernilai ekonomi menengah adalah Bohadschia
marmorata, Bohadschia. argus, Holothuria atra, Actinopygalecanora sp dan Actinopygalecanora.
mauritiana, sedangkan jenis lainnya termasuk dalam kategori rendah.
Kelompok jenis biota ini dapat hidup di berbagai macam habitat, seperti daerah
rataan terumbu, pertumbuhan alga dan padang lamun (Yusron, 2007).
4. Penyebaran
Teripang
Teripang
tersebar di seluruh lautan di berbagai belahan dunia. Di daerah tropis terdapat
jenis-jenis teripang komersial meliputi marga Actinopyga, Bohadschia,
Holothuria, Stichopus dan Thelenota dari suku Holothuriidae dan
Stichopodidae yang masuk dalam ordo Aspidochirotida. Teripang dari ordo
tersebut juga banyak menghuni daerah litoral di perairan Indonesia (Yusron dan
Widianwari, 2004).
Daerah penyebaran
teripang di Indonesia cukup luas terutama di daerah terumbu karang, perairan
yang berdasar pasir, berbatu karang dan pasir bercampur lumpur yaitu antara
lain di Bangka dan sekitarnya, Kepulauan Kangean, Sulawesi (Selatan, Tenggara,
Tengah dan Utara), Maluku (Tengah, Utara dan Tenggara), Nusa Tenggara Barat
terutama Sumbawa (Teluk Saleh, Waworada dan Sape), Nusa Tenggara Timur (Flores,
Sumba dan Timur) (Widodo dkk,, 1998).
Teripang (Holothuroidea) tersebar di seluruh
perairan laut Indonesia, mulai dari Barat sampai ke Timur. Hewan ini ditemukan
hampir di seluruh pantai, mulai dari daerah dangkal sampai kedalaman 40 meter
(Aziz, 1997). Teripang (Holothuroidea) merupakan golongan hewan yang umum
dijumpai. Hewan ini banyak terdapat di paparan terumbu karang dan pantai
berbatu atau berlumpur.
Teripang tidak hanya dijumpai di perairan
dangkal, ada juga yang hidup di laut dalam, bahkan di palung laut yang
terdalam di dunia pun terdapat
teripang (Nontji, 1993). Secara umum pola penyebaran individu di alam ada tiga
yaitu: Random, clumped (mengelompok) dan uniform.
Pola mengelompok merupakan pola penyebaran paling umum, sedangakan penyebaran
yang bersifat random di alam ini jarang terjadi. Mengelompoknya
individu-individu dalam suatu populasi dapat di sebabkan oleh beberapa hal
antara lain: Respon terhadap habitat lokal yang berbeda ,respon terhadap
perubahan cuaca harian atau musiman dan respon
akibat proses reproduksi (Odum, 1973).
Dari hasil penelitian di
Desa Pai dan Imbeyomi, Padaido, Biak Numfor Papua yang dilakukan oleh Yusron
(2007), didapatkan sepuluh jenis teripang jenis H. edulis, H. atra, dan
H. nobilis. Kesepuluh jenis teripang yang didapatkan tergolong dalam ordo
Aspidochirotida. Jenis-jenis tersebut selalu ditemukan di dasar perairan
berpasir, komunitas lamun, rumput laut dan terumbu karang.
5.
Daur Hidup Teripang
Menurut Bakus (1973), kehidupan teripang dialam mulai
larva sampai teripang dewasa, hidup sebagai plankton dan sebagai bentik. Pada
fase larva yakni pada stadia auricularia hingga doliolaria, hidup sebagai
plankton, kemudian pada stadia pentactula hidup sebagai bentik sampai menjadi
teripang dewasa.
Menurut
Hyman (1955), pada umumnya Holothuria adalah
dicocious artinya, hewan berkelamin
jantan terpisah dengan yang berkelamin betina. Proses pembuahan terjadi di luar
tubuh dengan cara teripang jantan mengeluarkan sperma terlebih dahulu, dan
kira-kira 30 menit kemudian disusul oleh teripang betina yang mengeluarkan telurnya
dengan cara menyemprotkan ke air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh seekor
induk betina bekisar antara 4-5 juta butir.
Telur
teripang berbentuk bulat dan berwarna putih. Ukuran telur bervariasi antara
160-180 µm . Telur yang telah dibuahi akan mengendap beberapa saat di dasar
perairan. Sedangkan telur yg tidak dibuahi akan mengendap di dasar perairan
(Notowinarto dan Putro, 1991).
6. Faktor
Lingkungan Pendukung Kehidupan Teripang
Salinitas
akan mempengaruhi penyebaran organisme baik secara vertikal maupun horizontal
(Odum, 1993). Menurut Boolootian (1966 ) dalam
Hartati (1966), Holothuria hidup di daerah yang mempunyai salinitas normal dan
tidak dapat mentolerir salinitas yang rendah, selanjutnya Hyman (1955), menjelaskn
bahwa, spesies teripang yang hidup di perairan karang dapat menyesuaikan diri
pada salinitas 30-37 ppm. Holothuria
pada umumnya bersifat noctural dimana
mereka aktif mencari makan pada malam hari dan menyembunyikan diri pada siang
hari (Boolootian, 1966 dalam Hartati
(1966).
Menurut Hamidah (1999), kisaran suhu yang baik untuk
pertumbuhan teripang adalah 27-29°C. Pada suhu lingkungan yang tinggi, suhu
tubuh juga akan meningkat sehingga metabolisme teripang akan meningkat pula dan
kecepatan makannya akan bertambah. Pada suhu lingkungan yang rendah suhu tubuh
akan menurun dan menurun pula
metabolisme sehingga teripang akan berkurang nafsu makannya bahkan teripang
akan kehilangan nafsu makan sama sekali.
Berubahnya suhu
perairan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi distribusi
suatu organisme, keberadaan jenis dan
keadaan seluruh kehidupan komunitas di laut dan muara sungai (Rangan, 1996).
Menurut Panggabean (1987), kondisi suhu
untuk teripang dewasa adalah 26-30°C sehingga pertumbuhan teripang dapat
optimal. Bakus (1973), mengemukaan bahwa, faktor penting yang menghalangi
penyebaran teripang adalah salinitas dan suhu.
7.
Asosiasi Ekosistem Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem
yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup
tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan,
krustasea, moluska (Pinna sp,
Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp,
Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing (Polichaeta) (Bengen,
2001).
Secara ekologis padang lamun
memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi
invertebrata (feeding ground), tempat tinggal dan tempat asuhan biota
perairan agar tidak tersapu arus laut (nursery ground), serta tempat
memijah (spawning ground) melindunginya dari serangan predator. Lamun
juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta
sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dkk., 1999).
Teripang menyukai dasar perairan berpasir halus
dengan tanaman pelindung (jenis-jenis lamun), terlindung dari ombak, kaya
detritus, plankton, kandungan zat organik di lumpur atau di pasir (Aziz, 1997).
Semakin melimpah keberadaan lamun, perairan akan semakin baik kualitasnya baik
itu dari segi fisika, kimia dan biologi (Martoyo dkk., 2007).