1. Definisi dan Deskripsi Pancing Tonda
Pancing tonda adalah alat penangkap ikan yang terdiri dari
seutas tali panjang, mata pancing, dan umpan serta tidak menggunakan pemberat.
Pancing ditarik di belakang perahu motor atau kapal yang sedang bergerak. Umpan
yang dipakai adalah umpan buatan. Pancing tonda termasuk ke dalam alat
penangkap ikan pancing. (Ayodyoa, 1981).
Pancing tonda dikenal
dengan nama “kap Tunda”,”pancing Irid”,”pancing pengencer”,”pancing
pemalesan”,“pancing klewer” dan masih banyak nama-nama daerah lainnya. Alat
penangkap ikan pancing tonda termasuk ktif, terdiri dari tali, mata pancing,
swivel dan umpan buatan yang juga berfungsi sebagai pemberat yang di tarik di
atas kapal. Pancing tonda diklasifikasikan kedalam alat tangkap pancing (Subani
dan Barus 1989).
Pancing tonda terdiri dari 2 komponen utama, yaitu tali (line), mata pancing (hook), kili-kili (swivel), tali kawat (stainles
steel), dan umpan. Tali pancing
biasanya terbuat dari bahan benang katun, nylon,
atau polyethylen. Mata pancing
dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang anti karat. Jumlah mata
pancing yang terdapat pada setiap perangkat pancing bisa tunggal atau ganda,
tergantung jenis pancingnya. Ukuran mata pancing yang digunakan tergantung
jenis pancingnya. (Subani dan Barus, 1989)
Mata pancing yang digunakan bernomor 4, 5, dan 6. Ukuran
pancing nomor 4 tinggi 6,5 cm dengan lebar 2,8 cm. Mata pancing nomor 5 tinggi
5,6 cm dengan lebar 2,5 cm. Sedangkan untuk mata pancing nomor 6 tinggi 5,2 cm
dengan lebar 2,2 cm. (Nugroho, 2002). Parameter utama dari pancing tonda adalah
ukuran mata pancingnya.
2. Unit Penangkapan Ikan Pancing
Tonda
2.1. Kapal
Perahu atau kapal yang digunakan adalah perahu motor tempel
jenis congkreng. Perahu terbuat dari kayu sengon. Perahu pancing tonda
dilengkapi dengan kayu penyeimbang pada sisi kiri dan sisi kanan. Perahu
digunakan untuk mengangkut tenaga kerja dan membawa hasil tangkapan. (Nugroho,
2002). Kayu penyeimbang inilah yang disebut kincang. Kincang terbuat dari bambu
atau kayu, dengan panjang 6 m dan lebar 4 m. (Nugroho, 2002).
Kapal merupakan sarana
dalam unit pengakapan ikan memegang peranan penting untuk menjamin keberhasilan
operasi pengkapan. Perahu atau kapal- kapal ikan pada umumnya meskipun kecil,
sering terpaksa melakukan pelayaran yang jauh dari pantai. Dengan kata lain
luas lingkup areal pelayaran, disebabkan operasi pelayaran tergantung pada
gerakan ikan, musim ikan, perpindahan fishing ground, bila dan kemana
akan berlayar tidak ada batasan tertentu. Dalam operasi penangkapan,
kapal-kapal ikan banyak berhadapan dengan berbagai peristiwa laut, seperti
topan, badai dan gelombang, maka perlulah konstruksi dibuat sekuat mungkin
(Ayodhyoa,1972). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa, kapal penangkapan ikan
berbeda dengan jenis kapal ikan lainnya disebabkan selain cara
pengoperasiannya, kapal ikan juga mempunyai sifat-sifat khusus. Sifat-sifat
khusus tersebut meliputi kecepatan, olah gerak kapal (maneuverability)
diharap baik dan layak laut (sea worthiness) karena pelayaran relative
jauh dari pantai atau pelabuhan, lingkup areal pelayaran yang kuat dan kokoh
karena selalu siap menghadapi topan, badai, gelombang dan sebagainya.
Nomura dan Yamazaki
(1977) mengemukakan bahwa kapal ikan mempunyai jenis dan bentuk yang beraneka
ragam, dikarenakan tujuan usaha keadaan perairan dan lain sebagainya, yang
dengan demikian bentuk usaha itu akan menentukan bentuk dari kapal ikan. Ukuran
utama kapal terdiri dan panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi kapal (D) dan
draft (d). Besar kecilnya ukuran utama kapal berpengaruh pada kemampuan
(ability) suatu kapal dalam melakukan pelayaran atau operasi penangkapan,
dimana:
1.
L (panjang), erat hubungannya dengan interior
arrangement, seperti letak mesin, tangki bahan bakar, tangki air tawar, palka,
kamar ABK, perlengkapan alat tangkap dan peralatan lainnya.
2.
B (lebar), berhubungan dengan stabilitas dan daya
dorong kapal
3.
D (dalam, tinggi), berhubungan erat dengan tempat
penyimpanan barang atau ruang serta stabilitas dari kapal.
2.2. Alat Tangkap Pancing
Tonda
Pancing adalah suatu alat tangkap yang umum dikenal oleh
masyarakat ramai, terlebih dikalangan nelayan. Pada prinsipnya pancing ini
terdiri dari dua komponen utama yaitu tali (line)
dan mata pancing (hook). Tali pancing
bisa dibuat dari bahan benang katun,nilon, polyethylen, plasti (senar) dan
lain-lain. Sedang mata pancingnya (mata kailnya) dibuat dari kawat baja,
kuningan atau bahan lain yang tahan karat (Subani dan Barus, 1989 dalam Sulandari, 2011).
pancing adalah alat penangkap ikan yang terdiri dari tali
dan mata pancing. Umumnya pada mata pancing dipasang umpan, baik umpan buatan
maupun umpan alami yang berguna untuk menarik perhatian ikan dan binatang air
lainya (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009a dalam Sulandari, 2011).
Diperiaran Prigi banyak jenis alat tangkap pancing yang
dioperasikan pada setiap armada
penangkapan. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan banyak nya jenis
spesies ikan yang ada di daerah penangkapan (fishing ground). Karena perbedaan spesies ikan juga mempengaruhi
metode penangkapanya. Jenis alat tangkap pancing adalah : Pancing Tonda,
Pancing Ulur (Coping), Pancing Vertikal long Line/Pancing Tuna (Sukandar, 2007 dalam Sulandari, 2011).
Pancing yang umumnya tanpa pemberat dan dipasang disekitar
permukaan air dan ditarik oleh kapal (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009a dalam Sulandari, 2011). Menurut Sudirman
dan mallawa (2004) dalam Sulandari
(2011), pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh
perahu atau kapal. Pancing diberi umpan segar atau umpan palsu yang karena
pengaruh tarikan, bergerak didalam air sehingga merangsang ikan buas
menyambarnya (Gambar 1).
Kontruksi pancing tonda terdiri dari mata pancing (hook), tali pancing, rol penggulung,
kili-kili (swivel) dan umpan buatan
(Sukandar, 2007 dalam Sulandari,
2011).
Gambar 1. Kontruksi Pancing Tonda (Sumber:
Nugroho 2002)
a. Mata Pancing (Hook)
Pancing terdiri dari dua
komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (Hook). Tali pancing
biasanya terbuat dari benang katun, nylon, polyethylen dan lain-lain. Mata
pancing dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang anti karat.
Umumnya mata pancing tersebut berkait balik, namun ada juga yang dibuat tanpa
kait balik. Jumlah mata pancing yang terdapat pada setiap perangkat pancing
bisa tunggal atau ganda, tergantung jenis pancingnya. Ukuran mata pancing
umumnya bervariasi dan disesuaikan dengan ukuran ikan sasaran (subani dan
Barus, 1989).
Gambar 2. Ukuran Mata
pancing (Sumber: Nugroho. 2002)
Menurut ayodhoya
(1981), Prinsip penggunaan pancing adalah dengan meletakan umpan pada mata
pancing, lalu pancing diberi tali. Setelah umpan dimakan, maka mata pancing
akan ikut termakan juga dan dengan menggunakan tali, nelayan menarik ikan itu
ke perahu. Mata kail yang berkilat, lembaran kain putih, lempengan timah atau
bahan sendok yang berkilat dapat merupakan umpan yang berkilat dapat merupakan
umpan yang efektif. Umpan buatan dan mata pancing yang dicelup atau dilapisi
dengan pelapis yang berpendar dapat pula dipakai untuk memikat ikan. Hal
tersebut dimaksudkan bahwa ikan dipikat berdasarkan bentuk, gerak, warna dan
terutama refleksi cahaya (Gunarso, 1985).
Menurut ayodhoya (1979) dalam Nugroho (2002), yang harus diperhatikan agar hasil tangkapan
maksimum adalah :
a. Ukuran
dan tipe mata pancing, serta cara dan pengoperasian agar produktivitas tinggi.
b. Tipe
atau bentuk mata pancing harus sesuai dengan tipe dasar perairan.
c. Ukuran
mata pancing sesuai dengan spesies sasaran.
Menurut Gunarso (1989) dalam Nugroho (2002), pada satu kapal di
operasikan sejumlah tali pancing tonda, masing-masing tali pancing tonda itu
dapat terdiri dari sejumlah mata pancing, mata pancing tersebut ditautkan pada
tali-tali pancing tonda tersebut.
b. Tali Pancing
Tali pancing tonda terdiri dari tali utama (Main Line), tali cabang (Branch Line). Tali utama yang digunakan
adalah ukuran nomor 500 dengan panjang 20 – 25 m. Sedangkan untuk branch line
memiliki ukuran nomor 200 – 300 dengan panjang 8 – 10 m. Tali pancing terbuat
dari benang senar (PA. Monofilamen). Senar atau kenur dalam bahasa Inggris disebut line adalah peralatan wajib pemancing. Pemilihan senar yang baik sesuai
dengan target sasaran akan memperoleh hasil pancingan yang sangat memuaskan. Kekuatan
senar yang tepat dapat membantu pemancing untuk beradu kuat dengan ikan.
Senar modern dibuat dari bahan sintetis yang di sebut
polyamide atau serat nilon. Secara bentuk, senar pancing terbagi dalam 3 bentuk yakni :
a.
Monofilamen ( tunggal )
b.
Multifilamen ( Ganda )
c.
Multifilamen dengan inti. Merupakan
jenis senar dengan kekuatan paling baik dimana terdapat beberapa serabut inti di
dalam senar.
Jenis senar
yang banyak beredar di pasaran Indonesia adalah yang jenis monofilament. Selain
harganya cukup terjangkau kualitasnya tak kalah dengan multifilament. Senar
multi filament dikenal dan banyak dipakai para pemancing di luar negri. Cirinya
yang kelihatan yakni senar multifilament tidak akan mudah kusut atau keriting
jika ditarik – tarik atau di gulung. Untuk mengetahui kelas senar anda
sebaiknya anda mempelajari kekuatan dari senar anda yang ditulis atau diterakan
di bungkusnya. Ukuran disana biasanya dituliskan dalam symbol kgf atau lbs
( 1 lbs=0,450kg ) artinya kekuatan senar tersebut akan mampu menahan
beban sampai berapa kgf atau berapa lbs tarikan sebelum putus.
Berdasarkan pengalaman ukuran yang tertera dalam label senar atau kenur bukan
berarti berdasarkan kelas atau bobot ikan. Ikan
dengan bobot 10 kg pun bisa ditangkap dengan senar kelas 4 – 6 kg atau kelas 8
– 14 lbs. Karena ukurannya adalah tarikan ikan bukan bobotnya. Dibutuhkan kepandaian dan kecerdikan pemancing untuk memperoleh ikan dengan bobot
yang lebih besar (Wicaksono, 2010).
c. Kili-kili (Swivel)
Kili – kili yang dipakai adalah jenis biasa (terbuat dari
baja) dan ukurannya kurang lebih 4 cm. Tipe swipel
adalah jenis Borrel swivel.
d. Rol Penggulung Tali
Pancing
Rol penggulung yang digunakan dalam pancing tonda terbuat dari kayu. Fungsi rol penggulung adalah untuk menggulung benang senar yang digunakan
untuk rol penggulung yang digunakan dalam. Fungsi rol tali pancing. dengan
penggulung ini tali pancing menjadi rapi dan tidak mudah terpuntal, setelah
melakukan setting maupun setelah hauling.
e. Umpan
Umpan merupakan faktor yang sangat penting di dalam usaha
penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pancing tonda, sebab umpanlah
satu-satunya alat perangsang agar ikan dapat mencapai mata pancing (Ayodhoya,
1981). Umumnya ikan mendeteksi adanya umpan melalui reseptor yang dimilikinya
dan hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis
ikan tersebut. Oleh karna itu, memilih umpan disesuaikan dengan kesukaan makan
ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan. Pada
umumnya umpan dibagi menjadi dua golongan yaitu umpan asli dan umpan palsu
(buatan). Di Indonesia, untuk menonda jarang sekali digunakan umpan asli,
karena umpan asli akan mudah lepas atau rusak oleh gerakan air selama proses
penangkapan ikan berlangsung. Gunarso (1998)
dalam Nugroho (2002).
Umpan
buatan yang digunakan banyak berasal dari bulu ayam yang halus, yaitu bulu yang
terdapat pada dibagian leher dan ujung ekor saja. Bulu ayam yang digunakan
biasanya berwarna putih. Selain umpan buatan dari bulu ayam, juga ada yang
terbuat dari tali rafiah dan bahan plastik.
Pada
umumnya umpan yang digunakan pancing tonda adalah umpan buatan atau umpan
tiruan. Umpan tiruan tersebut banyak terbuat dari bulu ayam yang halus (chicken feaders), bulu domba (sheep wools), bahan dari plastik
berbentuk miniatur menyerupai bentuk aslinya (misal : cumi-cumi, ikan). (Subani
dan Barus, 1989).
f.
Pelampung
Pelampung yang digunakan pada nelayan pancing tonda di
wilayah Pelabuhan ratu berupa drum atau dirigen. Ukuran drum yang banyak
digunakan oleh nelayan tersebut yaitu 35 x 10 x 25 cm. Adapun penggunaan
pelampung ini hanya sebatas sebagai alat penggulung apabila pancing tonda tidak
dioperasikan. (Gunarso, 1985).
2.3. Rumpon Sebagai Alat bantu Pancing Tonda
Alat bantu pada alat tangkap ini
adalah rumpon yang berfungsi untuk mengumpulkan memikat ikan. (Gunarso, 1985).
1. Rumpon
Rumpon merupakan alat bantu penangkapan
yang digunakan dalam pengoperasian unit penangkapan ikan handline dan pancing tonda. Terutama pada unit penangkapan ikan di
Teluk Palabuhanratu (Inizianti, 2010). Definisi
rumpon menurut Kepmen Kelautan dan Perikanan No. Kep 30/MEN/2004adalah alat
bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan di perairan laut.
Penggunaan dan penelitian rumpon untuk memikat ikan sudah dimulai sejak tahun
1900-an. Rumpon biasanya dijadikan alat bantu penangkapan karena alat ini hanya
dijadikan sebagai tambahan yang digunakan sabagai pengumpul ikan pada suatu
tempat alat titik untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan berdasarkan alat
tangkap yang dikehendaki (Subani, 1986).
Prinsip
suatu penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu rumpon adalah untuk
mengumpulkan ikan, sehingga nantinya ikan akan lebih mudah ditangkap. Diduga
ikan tertarik dan berkumpul disekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai
tempat untuk berlindung dan mencari makan. Adanya ikan disekitar rumpon
menciptakan suatu hubungan makan dan dimakan, dimulai dengan tumbuhnya bakteri
dan mikroalga sejak rumpon dipasang diperairan (Subani,
1986 dalam Octavianus, 2005).
Ada beberapa
prediksi mengapa ikan senang berada di sekitar rumpon (Sudirman
dan Mallawa, 2004 dalam Wahyudin,
2007) :
a. Rumpon
tempat berkumpulnya plankton dan ikan
kecil lainnya sehingga mengundang ikan-ikan yang lebih besar untuk tujuan feeding.
b. Merupakan
suatu tingkah laku dari berbagai jenis ikan untuk berkelompok disekitar kayu
terapung seperti jenis-jenis tuna dan cakalang. Dengan demikian, tingkah laku
ini dimanfaatkan untuk tujuan penangkapan.
Kepadatan gerombolan ikan pada rumpon diketahui oleh nelayan berdasarkan buih
atau gelembung-gelembung udara yang timbul di permukaan air, warna air yang
gelap karena pengaruh gerombolan ikan atau banyaknya ikan kecil yang bergerak
di sekitar rumpon. Tujuan penggunaan rumpon di lingkungan perairan laut menurut
Agus, 2005 dalam
Wahyudin, 2007 adalah :
a. Meningkatkan
produksi perikanan
b. Meningkatkan produksi perikanan komersial
c. Lokasi
produksi akuakultur
d. Lokasi
rekreasi pancing
e. Mengontrol
daya recruitment sumberdaya ikan
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek penggunaan
rumpon menurut Monintja, 1990 dalam Sianipar, 2003 antara lain :
a. Ketersediaan
bahan baku rumpon
b. Daya tahan
rumpon terhadap berbagai kondisi periran
c. Kemudahan
operasi penangkapan
Posisi rumpon yang terbaik adalah tempat yang dikenal sebagai lintasan ruaya
ikan, daerah upwelling, water fronts,
arus eddy, dasar perairan yang datar,
tidak dekat dengan karang dan berada di ambang suatu
palung laut (Desan, 1982 dalam
Sianipar, 2003).
Monintja (1990) dalam Sianipar
(2003), menyatakan bahwa manfaat yang didapat dari penggunaan rumpon adalah
sebagai berikut :
a. Efisiensi
waktu dan bahan bakar dalam pengintaian
b. Meningkatkan
hasil tangkapan persatuan upaya penangkapan
c. Meningkatkan
mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran ikan.
2.
Fungsi Rumpon
Rumpon dalam
penangkapan ikan berfungsi sebagai alat untuk menarik perhatian agar ikan
berkumpul pada suatu wilayah sebagai tempat berlindung dan merupakan sumber
makanan tambahan bagi ikan-ikan. Pengumpulan ikan-ikan dengan rumpon umumnya
untuk ikan-ikan bermigrasi yang secara tidak sengaja melewati keberadaan rumpon
dan tertarik untuk diam atau beruaya di sekitar rumpon untuk mencari makan,
berlindung atau tujuan lainnya baik untuk sementara maupun permanen (Wahyudin 2007).
Prinsip suatu penangkapan ikan dengan rumpon disamping berfungsi untuk
mengumpulkan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan ikan tersebut mudah
ditangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan yang tertarik dan
berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung
dan mencari makan (Subani, 1986 dalam Wahyudin, 2007).
3.
Konstruksi Rumpon
Tim Pengkaji
Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) dalam
Jeujanan (2008) mengemukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dari
konstruksi rumpon adalah:
a. Pelampung (float); mempunyai kemampuan mengapung
yang cukup baik (bagian yang mengapung di atas 1/3 bagian), konstruksi cukup
kuat, tahan terhadap gelombang, mudah dikenali dari jarak jauh dan bahan
pembuatnya mudah diperoleh.
b. Pemikat (Attractor); mempunyai daya pikat yang
baik terhadap ikan, tahan lama, mempunyai bentuk seperti posisi potongan
vertikal dengan arah ke bawah dan terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan
murah.
c. Tali-temali (rope); terbuat dari bahan yang kuat dan
tidak mudah busuk, harga relatif murah, mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah
gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus dan tidak bersimpul.
d. Pemberat (sinker); bahannya murah, kuat dan mudah
diperoleh serta masa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat
mencengkram.
4.
Informasi Mengenai Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon
Pengembangan usaha dibidang penangkapan ikan, maka sangat dibutuhkan
pengetahuan tentang tingkah laku ikan yang akan ditangkap. Pengetahuan tentang
tingkah laku ikan terutama faktor makanan, bagaimana ikan disekitar rumpon
makan menjadi informasi penting dalam keberhasilan penangkapan.
Menurut Asikin (1985) dalam Jeujanan (2008), ada beberapa pendapat tentang
keberadaan ikan di sekitar rumpon yaitu:
a. Ikan-ikan
itu senang bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon;
b. Rumpon itu
sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu;
c. Rumpon
sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu;
d. Rumpon itu
sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat
fototaksis negatif.
5. Mekanisme Pengumpulan Ikan dengan
Rumpon
Rumpon
merupakan suatu tropic level yang
lengkap yang terdiri atas fitoplankton
sebagai produsen sampai dengan predator sebagai konsumen. Oleh karena itu,
berbagai jenis ikan tertarik untuk berkumpul disekitar rumpon, mulai dari ikan
pelagis kecil sampai ikan pelagis besar yang didominasi oleh tuna dan cakalang (Monintja dan Zulkarnain, 1995 dalam Ardianto, 2005).
Menurut
Bergstrom (1983) dalam Imawati (2003)
rumpon merupakan suatu arena makanan. Awal terjadinya arena tersebut adalah
timbulnya bakteri dan mikroalga ketika rumpon pertama kali dipasang. Makhluk
renik tersebut bersama hewan-hewan kecil menarik perhatian ikan pelagis ukuran
kecil. Terakhir adalah giliran ikan pelagis kecil yang akan memikat ikan
pelagis besar sehingga di sekitar rumpon didapatkan adanya gerombolan ikan yang
datang untuk keperluan makan.
2.4. Nelayan
Jumlah nelayan yang diperlukan untuk pengoperasian
alat tangkap ini tergantung dari besar kecilnya kapal atau perahu yang
digunakan. Untuk perahu berukuran kecil biasnya digunakan tenaga nelayan
sebanyak 4-6 orang dengan satu orang sebagai nahkoda yang merangkap menjadi
fishing master, satu orang menjadi juru mesin, 2-4 orang ABK (Anak Buah Kapal)
yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing tonda sekaligus
(Gunarso, 1985).
3. Daerah Penangkapan Ikan Dengan
Pancing Tonda
Pancing tonda lapisan perairan atas hampir terdapat
dimana-mana, untuk tonda lapisan dalam terutama di sekitar selat Alas,
Muna-Buton dan beberapa daerah perikanan Indonesia Timur. Sedangkan untuk
lapisan permukaan dasar banyak digunakan di daerah Jawa Tengah. (Subani dan
Barus, 1989). Selain itu juga, dalam melakukan pengoprasian pada tonda relatif
mudah untuk menangkap ikan permukaan. Adapun untuk penangkapan ikan pelagis
besar, alat tonda ini masih belum umum digunakan karena sasaran tangkap jauh
lebih dalam dari pada operasi pancing tonda. Walaupun menggunakan sistem
pemberat, papan selam atau tabung selam dan dikombinasikan dengan perhitungan
kecepatan kapal, maka dari operasi kedalaman dari pancing dapat di atur
mendekati swimming layer ikan tuna. Sehingga alat tangkap pancing tonda sangat
memungkinkan untuk menangkap ikan tuna. (Wijaya, 2012).
Menurut Samsudin 2011, daerah
penangkapan ikan dengan menggunakan pancing tonda merupakan daerah dimana
oprasi penangkapan ikan berlangsung yang diduga tempat ikan-ikan bergerombol,
biasanya daerah yang menjadi sasaran tangkapan adalah daearh dimana terdapat
ikan tuna yaitu pertemuan antara 2 arus yang terjadi, tempat terjadinya
Upwelling, konvergensi, dan divergensi yang merupakan daearh berkumpulnya
plankton, perairan yang memiliki salinitas 34%, temperatur optimum berkisar
anatar 150C-300C pancing tonda juga di operasikan di daerah tempat ikan-ikan
pelagis. Pancing tonda dioprasikan dibeberapa daerah seperti india, pelabuhan
ratu, teluk lampung, banda aceh dan lain-lain.
4. Metode Penangkapan ikan Dengan
Pancing Tonda
Daerah penangkapan ikan untuk tiap-tiap
daerah dapat berbeda disesuaikan dengan target penangkapan pada operasi penangkapan
itu. Secara garis besar kondisi-kondisi yang perlu dijadikan acuan dalam menentukan
daerah penangkapan ikan adalah sebagai berikut :
a). Kondisi Daerah Penangkapan Ikan
a). Kondisi Daerah Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan sebaiknya
dipilih pada daerah yang mempunyai akses yang bagus untuk ruaya ikan, sehingga
ikan dapat dengan bebas datang dan pergi baik dalam bentuk gerombolan ataupun
soliter. Distribusi massa air dan fluktuasi keadaan lingkungan yang dapat
mempengaruhi penyebaran, distribusi, migrasi, dan pertumbuhan bermacam-macam
organisme hidup, sehingga didalam perairan tersebuttersedia makanan yang
melimpah, sesuai dengan kebutuhan makan ikan. Kemudian, cakupan daerah
penangkapan ikanbisa membuat ikan nyaman untuk memilihspot yang dijadikan
tempattinggaluntuk beberapa waktu tertentu.Selain itu daerah penangkapan ikan
tersebut adalah tempat yang banyak disukai oleh ikan. Perairan yang disukai
oleh ikan yaitu: a) yang memiliki keadaan faktor fisik optimum; b) daerah up
welling; c) daerah pertemuan dua massa air berbeda; d) daerah yang dekat dengan
dasar perairan; dan e) daerah yang mempunyai ciri spesifik bagi ikan untuk
menempelkan telurnya.
b). Luasan daerah
Daerah
penangkapan ikan haruslah mempunyai cakupan luasan yang dapat dengan leluasa
digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap. Keberadaan biota yang hidup
didasar perairan menjadi perhatian utama dalam penentuan daerah penangkapan ikan serta alat
tangkap yang harus digunakan. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah arus
perairan yang cukup serta perbedaan pasang surut yang
besar untuk membantu membantu kelancaran dalam pengoperasian alat tangkap.
c) Lokasi
yang Bernilai ekonomis
Modal yang dikeluarkan oleh nelayan
pada saat proses penangkapan ikan di perairan disebut juga anggaran dasar.
Anggaran dasar ini terbagi menjadi dua macam, yang pertama adalah modal tetap
seperti peralatan penangkapan ikan dan kapal, yang kedua adalah modal tidak
tetap seperti gaji pegawai, bahan bakar, dan biaya perbekalan. Biaya-biaya
tersebut harus terbayar pada saat setelah operasi penangkapan. Jadi agar semua
biaya tersebut terpenuhi, maka daerahpenangkapanikanharuslah mengandung
sumberdaya ikan yang melimpah serta bernilai ekonomis penting. Selain itu
sumberdaya ikan tersebut telah memenuhi kriteria layak tangkap secara ukuran.
Informasi mengenai keberadaan sumberdaya tersebut dapat diperoleh dari kegiatan
experimental fishing, underwater acoustic, underwater camera,
dll. Kemudian, lokasi daerah penangkapan ikan haruslah dapat menjangkau area
tempat pelelangan ikan atau pelabuhan perikanan, sehingga ikan hasil tangkapan
dapat terjual tepat setelah operasi penangkapan selesai dilakukan (Nora, dkk
2013).
Menurut cahyono, 2011. Klasifikasi
fishing ground atau daerah penangkapan menurut habitat seperti ikan demersal. Dimana fishing
ground bagi ikan yang hidupnya dekat dengan dasar perairan Hanya efektif pada
kedalaman ± 1.000 m. Keanekaragaman dan jumlah yang tinggi terdapat pada
perairan continental shelfv Sangat baik pada perairan dangkal di musim panas,
ketika temperatur air naik pada musim dingin, terutama di perairan laut dalam,
ketika temperaturv air relatif masih panas dan temperatur permukaan sudah mulai
turun. Fishing ground yang
baik juga ditemukan pada dekat terumbu karang dan Juga terdapat pada
dasar perairan yang berpasir atau berlumpur. Sedangkan ikan pelagic Merupakan
fishing ground bagi ikan yang hidup di permukaan dan berenang bebas Fishing
ground banyak terdapat mulai dari dekat dengan pantai hingga ke lautan lepas Alat
tangkapnyapun juga banyak berbeda antara masing-masing jenis ikan.
Penangkapan pancing tonda biasanya dilakukan pada waktu pagi
sampai sore hari. Kegiatan ini meliputi persiapan, pencarian fishing ground, dan operasi pemancingan.
Penangkapan dengan pancing tonda dilakukan dengan cara menduga-duga dengan
berlayar kesana-kesini (manuver),
bisa juga terlebih dahulu mencari kawanan ikan. (Subani dan Barus, 1989)
Setelah terlihat tanda-tanda ikan, kecepatan perahu
diturunkan, lalu menurunkan pancing secara perlahan. Nelayan yang berada di
haluan perahu menggunakan kait yang telah terpasang di bagian belakang perahu
untuk memasang pancing. Pancing tonda dioperasikan dengan cara
menggerak-gerakkan tali pancing dan menarik-nariknya sambil mengejar ke arah
gerombolan ikan dengan perahu layar maupun kapal motor secara horizontal
menelusuri lapisan permukaan air, lapisan dalam maupun menelusuri dasar
perairan. (Nugroho, 2002).
Pengoperasian pancing tonda dimulai
dengan persiapan terlebih dahulu. Tahap persiapan terbagi menjadi dua bagian
yaitu persiapan di darat dan persiapan di laut. Persiapan di darat meliputi
pengisian dan pengecekan bahan bakar, pengecekan mesin dan perahu, alat tangkap
dan pengecekan alat bantu penangkapan dan lain-lain. Persiapan di laut meliputi
pengaturan tali pancing dan gulungan pada posisi yang telah ditentukan
(Samsudin, 2011).
Kegiatan penangkapan diawali dengan scouting atau
pencarian gerombolan ikan dengan melihat tanda-tanda keberadaannya seperti
warna perairan, lompatan ikan cakalang, dan buih di perairan. Pengoperasian
pancing tonda dimulai dari pagi hari hingga sore tergantung situasi dan kondisi
alam yaitu pukul 05.00-17.00 yang diduga pada saat itu adalah saat dimana ikan
cakalang dan tuna bermigrasi untuk mancari makan. Pengoperasiannya dengan
pemasangan alat tangkap (setting) yaitu mengulur alat tangkap perlahan-lahan ke
perairan dan mengikat ujung tali pada salah satu ujung kanan atau kiri perahu
dengan jarak tertentu. Setelah setting berakhir tali pancing yang telah
direntangkan disisi kanan dan kiri perahu ditarik terus menerus menyusuri
daerah penangkapan dengan kecepatan konstan 2-4 knot dengan tujuan umpan buatan
yang dipakai bergerak-gerak seperti mangsa. Untuk membuat umpan lebih aktif
melayang di perairan, perahu dapat dijalankan dengan arah zig-zag. Pada saat
salah satu umpan dimakan ikan, pemancing langsung memberitahu juru mudi atau
nahkoda unutk menaikkan kecepatan perahu. Pada saat inilah penarikan tali
pancing bisa dimulai. Salah satu ABK akan menarik pancing tersebut dan
menggulung tali pancing pada penggulung. Setelah ikan diangkat keatas perahu
maka pancing segera dilepas dari ikan dan pancing tersebut diulurkan kembali ke
perairan. Langkah selanjutnya seperti pada saat setting telah berakhir dan
begitu seterusnya sampai mendapatkan ikan kembali (Samsudin 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar