Terima Kasih Telah Berkunjung
http://catatanku-11.blogspot.co.id/

Terumbu Karang

1. Karakteristik Terumbu Karang
                        Terumbu karang adalah ekosistem perairan tropis yang memiliki fungsi yang sangat penting baik bagi organism yang membangun ekosistem ini ataupun ekosistem yang ada disekitarnya yaitu ekosistem padang lamun dan ekosistem mangrove (Suharsono, 1999).
            Terumbu merupakan endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporia = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Karang terbagi atas dua kelompok, yaitu hermatipik dan ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan yang ahermatipik tidak. Karang ahermatipik tersebar diseluruh dunia, tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di daerah tropik. Perbedaan yang mencolok antara kedua karang ini adalah bahwa di dalam jaringan karang hermatipik terdapat simbiosis tumbuhan bersel satu yang dinamakan zooxanthellae, sedangkan karang ahermatipik tidak memiliki simbiosis ini (Nybakken, 1992).
            Terumbu karang khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombakdan arus kuat berasal dari laut. Selain itu, terumbu karang mempunyai peran utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground) bagi berbagai biota yang hidup disekitar atau berasosiasi dengan terumbu karang (Bengen, 2004; Bruke. 2002).
            Terumbu karang merupakan ekosistem penting di wilayah pesisir karena merupakan sumberdaya perairan yang bernilai ekonomis tinggi karena kontribusinya dalam perikanan. Kehadiran terumbu karang selain berfungsi sebagai area tempat berkembang biak dan tempat asuhan biota laut juga berfungsi sebagai penahan ombak dan lokasi wisata bahari (Suciati dan Arthana, 2008). Dalam beberapa dekade terakhir, kehadiran terumbu karang banyak mendapatkan tekanan, baik oleh alam maupun gangguan manusia (Fonseca et al., 2010; Cortez and Jeminez, 2003).
            Menurut Rudianto (2007) di Indonesia diperkirakan hanya 5,23% kondisi terumbu karang dalam keadaan sangat baik sedangkan 31,17% dalam kondisi rusak. Oleh karena itu, apabila tidak diantisipasi maka kekayaan dan potensi terumbu karang akan hilang. Sebagian besar penyebab kerusakan terumbu karang dikarenakan berbagai kegiatan pemanfaatan oleh manusia secara langsung maupun secara tidak langsung. Kegiatan seperti penambangan karang baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, racun sianida, serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bubu, muroami dan sebagainya merupakan penyumbang terbesar terjadinya kerusakan terumbu karang di Indonesia.
2. Biologi karang     
            Karang merupakan nama lain dari ordo Scleractinia yang memiliki jaringan batu kapur yang keras. Karang dapat hidup secara berkoloni maupun soliter. Karang sebagai individu terdiri dari polip (bagian yang lunak) dan kerangka kapur (bagian yang keras). Polip karang mulutnya terletak di bagian atas dan juga berfungsi sebagai anus. Jaringan tubuh karang terdiri dari ektoderm, mesoglea dan endoderm (Veron, 1986).
            Hewan karang batu pada umumnya merupakan koloni yang terdiri atas banyak individu berupa polip yang bentuk dasarnya seperti mangkok dengan tepian berumbai-umbai (tentakel). Ukuran polip ini umumnya sangat kecil (beberapa mm) tetapi ada pula yang besar hingga beberapa puluh sentimeter 8 seperti pada jenis Fungia. Setiap polip tumbuh dan mengendapkan kapur yang membentuk kerangka (Nontji, 1993).
            Menurut Suharsono (1984) karang merupakan kelompok organisme yang udah mempunyai sistem saraf, jaringan otot dan reproduksi sederhana, akan tetapi telah berkembang dan berfungsi secara baik. Organ-organ reproduksi karang berkembang di antara mesenteri filamen dan pada saat-saat tertentu organ tersebut terlihat nyata sedang pada waktu lain menghilang, terutama untuk jenis-jenis karang di wilayah subtropis. Sebaliknya, untuk karang yang hidup di daerah tropis, organ reproduksi dapat ditemukan sepanjang tahun karena siklus reproduksi berlangsung sepanjang tahun dengan puncak reproduksi dua kali dalam setahun. Hewan karang dapat melakukan reproduksi baik secara  seksual maupun aseksual. Reproduksi aseksual dapat berlangsung dengan cara fragmentasi, pelepasan polip dari skeleton dan reproduksi aseksual larva. Kecuali reproduksi aseksual larva, produk dari yang lainnya menghasilkan pembatasan sacara geografi terhadap asal-usul terumbu karang dan sepanjang pembentukan dan pertumbuhan koloni dapat melangsungkan reproduksi seksual. Dalam hal reproduksi secara seksual, gametogenesis akan berlangsung di dalam gonad yang tertanam dalam mesenterium. Kejadian ini dapat berlangsung secara tahunan, namun dapat juga musiman, bulanan atau tidak menentu. Konsekuensi dari cara reproduksi ini adalah pemijahan gamet-gamet untuk fertilisasi eksternal dan perkembangan larva planula, atau pengeraman larva planula untuk dilepaskan setelah berlangsung fertilisasi internal (Richmond and Hunter, 1990).
 
Gambar 1. Proses reproduksi karang secara seksual ( Nybakken, 1992)

Reproduksi aseksual umumnya dilakukan dengan cara membentuk tunas yang akan menjadi individu baru pada induk dan pembentukan tunas yang  terus-menerus merupakan mekanisme untuk menambah ukuran koloni, tetapi tidak untuk membentuk koloni baru (Nybakken, 1992). 
 
Gambar 2. Proses reproduksi karang secara aseksual (Barnes, 1987).
Pertunasan ada dua macam yaitu pertunasan intratentakuler dan pertunasan ekstratentakuler  (Suharsono, 1984). Pertunasan intratentakuler ialah pembentukan  individu baru di dalam individu lama yaitu dimana mulut baru terbentuk di dalam  lingkar tentakel individu lama melalui invaginasi lempeng oral, sedangkan pertunasan ekstratentakuler ialah pembentukan individu baru di luar individu lama  yaitu dimana koralit baru tumbuh di-coenosarc diantara koralit dewasa.
            Cara lain dari reproduksi aseksual pada karang ialah dengan fragmentasi yaitu dimana bagian dari koloni karang yang terpisah dari induk disebabkan oleh faktor fisik (arus dan gelombang) atau faktor biologi (predator) dapat beradaptasi di lingkungan yang baru hingga tumbuh dan membentuk koloni yang baru. 
            Suharsono, (1984) menyatakan bahwa patahan-patahan karang yang terpisah dari koloninya tidak selalu diikuti dengan kematian pada jaringannya, tetapi dapat hidup dan tumbuh pada substrat yang baru, dan jika kondisinya cocok, dari  patahan-patahan karang tersebut bisa terbentuk koloni yang baru.
Menurut Nybakken (1988) dalam Sukarno (2001) menyatakan formasi terumbu karang pada umumnya dapat dibagi atas 3 golongan, yaitu: 1). Terumbu karang pantai (fringing reefs). Terumbu karang pantai berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas dan ke arah laut. Pertumbuhan yang baik terdapat di bagian yang cukup arus, sedangkan di antara pantai dan tepi luar terumbu, karang cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan, 2). Terumbu karang penghalang (barrier reef). Terumbu karang tipe penghalang ini terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 meter). Umumnya terumbu karang tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang dari luar, dan 3). Terumbu karang cincin (atoll). Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari goba. Kedalaman goba di dalam atoll rata-rata 45 meter. Atol bertumpu pada dasar laut yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang dapat hidup.
3. Fungsi Terumbu Karang
Terumbu karang sebagai benteng pelindung dari hempasan ombak, arus dan pasang surut bagi pulau-pulau dan berbagai ekosistem pantai lainnya seperti padang lamun dan mangrove (Suharsono, 1996)
Menurut Sukarno dkk.(1981); Nontji (1993); dan Suharsono, (1996) menambahkan bahwa fungsi alami terumbu terumbu karang adalah (a) sebagai lingkungan hidup karena merupakan tempat tinggal dan tempat berlindung, tempat mencari makan serta berkembang biak bagi biota yang hidup di terumbu karang, (b) sebagai pelindung fisik terhadap pantai dari pengaruh arus dan gelombang karena terumbu karang sebagai pemecah ombak dan penahan arus, (c) sebagai sumberdaya hayati karena menghasilkan beberapa produk yang memiliki nilai ekonomis penting seperti berbagai jenis ikan karang, alga, teripang, dan (d) sebagai sumber keindahan karena menampilkan pemandangan yang sangat indah dan jarang dapat ditandingi oleh ekosisitem lain.
 Ekosistem terumbu karang dapat dikatakan adalah salah satu daya dukung sumberdaya yang terdapat diwilayah pesisir dan lautan. Menurut Adriano. (2004), ekosistem terumbu karang memiliki fungsi ekologis diantaranya: (1) nutrien bagi biota perairan laut, (2)  pelindung fisik (dari gelombang), (3) tempat pemijahan, (4) tempat bermain dan asuhan bagi biota laut, sedangkan fungsi ekonomi sebagai habitat dari ikan karang, udang karang, algae, teripang, dan kerang mutiara terumbu karang juga berfungsi sebagai tujuan wisata dan penelitian.  
4. Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis, mengalami perubahan terus menerus dan tidak tahan terhadap gangguan-gangguan alam yang berasal dari luar terumbu. Adapun faktor fisika dan kimia yang membatasi pertumbuhan terumbu karang antara lain : Syarat utama bagi karang untuk tumbuh dan berkembang secara aktif adalah keberadaan cahaya (Nybakken, 1997). Jika karang tidak mendapat cahaya yang cukup (entah karena meningkatnya kekeruhan air atau meningkatnya pengendapan yang menghalangi cahaya masuk ke dalam kolom air), karang akan berhenti tumbuh atau dapat mati. Cahaya dibutuhkan dalam proses fotosintesis zooxanthellae dalam karang. Cahaya juga meningkatkan produksi oksigen, yang akan merangsang metabolisme karang untuk meningkatkan pengendapan kalsium karbonat dan juga pertumbuhan karang itu sendiri. Karang mensyaratkan kedalaman air dimana intensitas cahaya sedikitnya 1 – 2% dari intensitas yang ada di permukaan.  Ketergantungan karang dengan cahaya juga membatasi kedalaman perairan dimana karang dapat ditemukan. 
 
Gambar 3. Faktor-faktor fisik yang bekerja pada terumbu karang (Nybakken, 1992)
Faktor pembatas lainnya bagi pertumbuhan karang dan distribusinya adalah suhu. Terumbu karang umumnya dominan pada wilayah yang berada pada 25o lintang utara hingga 25o lintang selatan dimana suhu perairan umumnya konstan sepanjang tahun (Hoegh-Guldberg, 1999). Nybakken (1997) menyatakan bahwa karang lebih suka pada suhu perairan rata-rata 23 – 25 oC, namun Hoegh-Guldberg (1999) menemukan pula karang dapat hidup pada suhu 18 – 30 oC, dan menurut Sukarno dkk. (1983) mengatakan bahwa suhu yang paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25-280C.
 Kedalaman; pertumbuhan terumbu karang juga dibatasi oleh kedalaman dimana terumbu  di daerah Indo-Pasifik kebanyakan tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang (Levinton, 1982), dan pada daerah Karibia terumbu hermatipik berkembang dengan baik pada kedalaman di bawah 70 meter,
 Salinitas perairan; karang dapat hidup pada kisaran salinitas 32-35 0/00. Toleransi karang batu terhadap salinitas cukup tinggi yang dapat berkisar antara 27-400/00 (DKTNL, 2006). Kekeruhan dan sedimentasi; kekeruhan dan sedimentasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan karang. Respon bentuk pertumbuhan karang terhadap tingkat kekeruhan berbeda-beda, sebagaimana pernyataan yang dikemukakan Done (1982) dalam Babcock and Smith (2000), yang menyatakan pada terumbu yang keruh sering didominasi oleh bentuk pertumbuhan massif, yang mana untuk perairan jernih dicirikan oleh bentuk pertumbuhan bercabang, yang umumnya dari Famili Acroporiidae,
 Pergerakan air (arus) diperlukan untuk tersedianya aliran yang membawa masukan makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi Selain faktor-faktor kimia dan fisik yang diketahui dapat mempengaruhi kehidupan dan atau laju pertumbuhan karang antara lain cahaya matahari, suhu, salinitas dan sedimen. Sedangkan faktor biologis biasanya berupa predator atau pemangsanya (Supriharyono, 2000). 
5. Tipe dan Bentuk Terumbu Karang
            Terumbu karang dibangun dengan proses yang sama tetapi secara geomorfologi dibentuk berdasarkan dimana mereka tumbuh dan sejarah permukaan laut. Umumnya, kebanyakan terumbu karang telah terbentuk kurang dari 10.000 tahun yang lalu setelah kenaikan permukaan air laut yang disertai dengan pencairan es yang menyebabkan banjir pada paparan benua. Ketika terumbu karang terbentuk, mereka mulai membangun bentang terumbu keatas bersamaan dengan menaiknya permukaan air laut. Geomorfologi dari terumbu disebabkan oleh dua faktor utama: kenaikan permukaan air laut relatif dan bentuk substrat dasar.
 
Gambar 4. Anatomi hewan karang (Nybakken, 1992)
 
Berdasarkan pertumbuhannya, karang batu (Scleractinian) yang dapat membentuk terumbu dibagi menjadi Acropora and non-Acropora (English et al., 1994). Perbedaan utama antara Acropora and non-Acropora berdasarkan struktur rangkanya. Beberapa bentuk pertumbuhan karang non-Acropora:
1.        Bentuk bercabang (branching), yang memiliki cabang lebih panjang dari diameternya.  Banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas dari lereng terumbu, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka, memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
2.        Bentuk padat (massive), yang berbentuk seperti bola dengan ukuran yang bervariasi, permukaannya halus dan padat.  Biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu yang belum rusak. Terumbu jenis ini memberikan perlindungan yang sangat baik serta berperan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan hewan-hewan lain.
3.        Bentuk kerak (encrusting), yang tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil.  Banyak terdapat pada lokasi terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu.  Merupakan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
4.        Bentuk meja (tabulate), yang menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar.  Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada sisi membentuk sudut atau datar
5.        Bentuk daun (foliaceous), yang tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar.  Banyak terdapat pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung, memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lainnya.
6.        Bentuk jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur besar, memiliki tonjolan  seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
7.        Karang api (Millepora), dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloninya dan rasa panas apabila tersentuh
8.        Karang biru (Heliopora), memiliki warna biru pada skeletonnya.
9.        Berbentuk pipa (Tubifora), koloninya membentuk pipa yang tersusun ke atas dan       kesamping dengan warna merah pada skeletonnya.
Khusus untuk karang golongan acropora memiliki bentuk-bentuk sebagai berikut, seperti yang diperlihatkan pada gambar.
1.         Acropora bercabang (acropora branching), berbentuk cabang seperti ranting pohon.
2.         Acropora meja (acropora tabulate), memiliki bentuk bercabang dengan arah mendatar seperti meja.
3.         Acropora merayap (acropora encrusting), memiliki bentuk merayap, biasanya merupakan bentuk acropora yang belum sempurna.
4.         Acropora submasif (acropora submassive), memiliki cabang lempeng yang kokoh.
5.         Acropora berjari (acropora digitate), memiliki cabang yang rapat yang menyerupai jari-jari.


 
 Gambar  5. Bentuk pertumbuhan terumbu karang (English et al., 1994).
2.6 Penyebab Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
            Menurut DKTNL (2006) kerusakan ekosistem terumbu karang dapat digolongkan menjadi 4 faktor yakni :
a.    Akibat faktor biologis : 1).  Predasi,  2).  Penyakit,  3). Bioerosi
b.    Akibat faktor fisik : 1). Kenaikan suhu air laut dan  Pasang surut,  2). Radiasi
       sinar ultraviolet,  3). Penurunan salinitas,  4).Gunung berapi, Gempa bumi
       dan Tsunami,  5). Taifun atau Badai
c.    Akibat aktivitas manusia secara langsung : 1). Penambangan Karang dan Pasir,  2).  Pengeboman karang,  3). Penggunaan sianida,  4). Penangkapan ikan dengan bubu dan  jangkar perahu,  5). Kegiatan pariwisata
d.    Akibat aktivitas manusia secara tidak langsung : 1). Sedimentasi,
       2). Pencemaran  3). Tumpahan minyak bumi
Menurut Dahuri dkk. (2001) faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang di wilayah pesisir dan lautan Indonesia, antara lain:
1. Penambangan batu karang untuk bahan bangunan, pembangunan jalan dan dijual sebagai hiasan (ornament) pada akuarium.
1.    Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan alat tangkap yang pengoperasiannya dapat merusak terumbu karang.
3. Pencemaran perairan oleh berbagai limbah industri, pertanian dan rumah tangga baik yang berasal dari kegiatan di darat (land based activity), maupun kegiatan di laut (marine based activity).
4. Pengendapan (sedimentasi) dan peningkatan kekeruhan perairan dalam ekosistem terumbu karang akibat erosi tanah di daratan maupun kegiatan penggalian dan penambangan disekjitar terumbu karang.
5. Eksploitasi berlebihan sumberdaya perikanan karang.
6. Kerusakan karang akibat penancapan jangkar/sauh dari kapal-kapal
            Berdasarkan analisis terhadap masalah terumbu karang oleh Ikawati dkk. (2001), bahwa beberapa permasalahan utama yang menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang berasal dari kegiatan manusia (antropogenik) dan (non-antropogenik) yaitu:
a.       Kerusakan terumbu karang karena kegiatan manusia (antropogenik) adalah kerusakan terumbu karang karena ulah manusia dalam pengambilan sumberdaya yang tidak mempertimbangkan kelestarian sumberdaya itu sendiri dan populasi yang berlebihan karena berbagai limbah, apabila dikelompokkan baik secara langsung maupun tidak langsung adalah sebagai berikut:
- Penambangan atau pengambilan karang
Penangkapan ikan: menggunakan bahan peledak, menggunakan racun, menggunakan bubu, menggunakan jaring, dan eksploitasi berlebih
- Pencemaran: minyak bumi, limbah industri dan rumah tangga
- Pengembangan daerah wisata
- Pembangunan wilayah
- Sedimentasi
Kerusakan terumbu karena alam (non-antropogenik): pemanasan global (global warming), bencana alam seperti angin topan (storm), gempa tektoni (earth queke), banjir (floods) dan tsunami serta fenomena alam lainnya seperti El-Nino, La-Nina, Pemangsa karang/ Crowns of Thorn (Acanthaster planci).