Terima Kasih Telah Berkunjung
http://catatanku-11.blogspot.co.id/

Hujan (Klimatologi)

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk hidup (internatial Glossary of hidrology, 1974) [EsinSeyhan,1990]. Karena perkembangan yang ada maka ilmu hidrologi telah berkembang menjadi ilmu yang mempelajari siklus air. Jadi dapat dikatakan, hidrologi adalah ilmu yang mempelajari: presipitsai (precipitation), evaporasi (evaporation), aliran permukaan (surface stream flow), dan air tanah (groun water).
Pada prisipnya, jumlah air di ala mini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut.
Hujan jatuh ke bumi baik langsung maupun melalui media misalnya ,elalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti daerah-daerah cekungan,danau tempat-tempat yang rendah,dll. Maupun reteni buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk,dll.
Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut.aliran ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas permukaan tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke system jaringan sungai, system danau atau waduk. Dalam system sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecik ke system sungai besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut.
Air hujan sebagian mengalir meresap ke dalam kedalam tanah atau yang sering disebut dengan infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak didalam tanah yang terdapat didalam ruang-ruang antara butir-butir tanah dan di dalam retak-retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi system jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu system sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu. Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan permukaan (surface runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi. (Anonim,2011)
Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi menjadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi herus ditentukan penyimpangan awal (initial storage).
Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi), masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi. Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh di atas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir melalui system jaringan sungai, permukaan tanah (akibat debit banjir) dan merembes melalui tanah. Dalam hal ini air yang tertampung di danau adalah inflow sedangkan yang mengalir atau merembes adalah outflow.
Kebutuhan air tanaman (crop water requirement) didefinisikan sebagai banyaknya air yang hilang dari areal pertanaman setiap satuan luas dan satuan waktu, yang digunakan untuk pertumbuhan, perkembangan (transpirasi) dan dievaporasikan dari permukaan tanah dan tanaman. Kebutuhan air tanaman adalah transporasi. Evapotranspirasi dipengaruhi oleh kadar kelembaban tanah, suhu udara, cahaya matahari, dan angin. Evapotranspirasi dapat ditentukan dengan cara, yaitu (1) menghitung jumlah air yang hilang dari tanah dalam jangka waktu tertentu, (2) menggunakan factor-faktor iklim yang mempengaruhi evapotranspirasi, (3) menggunakan Iysimeter (Hasan Basri Jumin, 2002).
Kedua alat penakar hujan otomatis diletakkan pada tempat terbuka. Jarak antara penakar hujan 150 meter dari tempat penelitian. Kedua tipping bucket berada pada ketinggian 15 meter dari permukaan tanah. Tipping bucket dihubungkan dengan sebuahdata logger (Delta-T Devices Ltd.,Cambridge,UK) dengan interval 5 menit untuk mendapatkan data secara terus menerus. Sebuah corong dan jerigen berukuran 65 Liter ditempatkan pada daerah yang terbuka, dengan ketinggian 1 meter diatas permukaan tanah, dan bersudut tidak lebih dari 45 derajat dari tajuk pada plot penelitian. Untuk setiap kejadian hujan, pencatatan dilakukan setiap hari dari pukul 08.00 pagi hingga selesai. Apabila pada pukul tersebut masih terjadi hujan, maka pencatatan dilakukan setelah hujan benar-benar berhenti (Anonim, 2010)
             Pada alat penakar manual,  untuk mendapatkan data curah hujan dalam satuan milimeter, dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan curah hujan kotor (Pg). Intersepsi diperkirakan dari hasil pengukuran hujan di tempat yang terbuka ( Gross Presipitation / Pg ), Air lolos ( Troughfall / Tf ), dan Aliran Batang ( Steamflow / Sf ). Selisih antara curah hujan di tempat terbuka, air lolos, dan aliran batang merupakan besaran intersepsi hujan ( Ic ). Pemilihan vegetasi yang digunakan untuk mengukur aliran batang pada plot penelitian berdasarkan kelas diameter batang pohon. Pemilihan tersebut berdasarkan diameter pohon diatas 10 cm (Anonim, 2008)
            Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain gauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angina diatas medan datar. Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun padat yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi (Handoko, 2003).
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut (Anonim,2011).
Peranan air dalam kehidupan sngat besar. Mekanisme kompleks kehidupan tidak mungkin berfungsi tanpa kehadiran air. Bagian terbesar bumi dan makhluk hidup juga terdiri air. Air yang berasal dari hujan merpakan fenomena alam yang paling penting bagi terjadinya kehidupan di bumi. Butiran hujan selain membawa molekul air juga membawa materi yang penting bagi kehidupan seperti pupuk bagi tumbuhan. Mesikpun air hujan sangat penting bagi kehidupan. Namun, di pihak lain Indonesia belum mampu mengamati fenomena banyaknya curah hujan yang terjadi pada suatu tempat secara otomatis dan tercatat pada database. Akibatnya data curah hujan tidak dapat di manfaatkan. (Anonim,2011)

II.a. Sifat Hujan
            Sifat hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat. Sifat hujan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu:
1.      Atas normal (A)
Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata lebih besar dari 115%.
2.      Normal (N)
Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata antara 85%-115%.
3.      Bawah normal (BN)
Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata kurang dari 85%.(Anonim,2011)

II.b. Normal curah hujan
1.     Rata-rata Curah Hujan Bulanan
Rata-rata Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan periode minimal 10 tahun.
2.    Normal Curah Hujan Bulanan
Normal Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun.

3.    Standar Normal Curah Hujan Bulanan
Standar Normal Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan pada masing-masing bulan selama periode 30 tahun, dimulai dari tahun 1901 s/d 1930, 1931 s/d 1960, 1961 s/d 1990 dan seterusnya.
Curah hujan di hitung harian, mingguan, hingga tahunan, sesuai dengan kebuuhan. Pembangunan saluran drainase, selokan, irigasi, serta pengendalian banjir selalu menggunakan data curah hujan ini, untuk mengetahui berapa jumlah hujan yang pernah terjadi di suau tempat, sebagai perkiraan pembuatan besarnya saluran atau sarana pendukung lainnya saat hujan sebesar itu akan datang lagi dimasa mendatang(Bocah,2008).
Alat pengukur curah hujan merupakan alat untuk mengukur curah hujan yang terjadi pada suatu daerah baik pedesaan, kecamatan, atau provinsi mengacu pada WMO (World Meterological Organization). Dengan adanya alat pengukur curah hujan dapat diketahui banyaknya curah hujan yang terjadi setiap waktu. Data curah hujan dihasilkan otomatis dari alat pengukur curah hujan disimpan secara real-time dengan menggunakan aplikasi berbasis open-source seperti java dan system operasi IGOS (Edi Tanoe,2011)

Curah hujan

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut virga.
            Hujan memainkan peran penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut mnguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kambali ke laut melalui sungai untuk menanggulangi daur ulang itu semua.
            Jumlah air hujan di ukur menggunakan pengukur hujan atau omborometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0,25mm. Satuan curah hujan menurt SI adalah millimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
            Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk “lonjong”, lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampi bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin leper, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat di banding air hujan yang lebih kecil.
            Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6. Airhujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap hujan asam. Banyak orang yang menganggap bahwa bau yang tercium pada saat hujan dianggap wangi atau menyenangkan. Sumber dari bau ini adalah petrichor, minyak atsiri yang di produksi oleh tumbuhan, kemudian diserap oleh batuan dan tanah, dan kemudian di lepas ke udara pada saat hujan.
            Jenis-jenis hujan berdasarkan terjadinya: hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi kerena udara panas yang naik disetai dengan angin berputar. Hujan zenihal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator akibat pertemuan angin pasat timur laut dengan air pasat tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan. Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi keren angin yang menagandung uap air bergerak horizontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan. Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut sebagai bidang front karena lebih berat massa udara dingin lebih berada dibawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjai karena angun musim (angin muson). Penyebab terjadinya angin muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan matahari antara garis balik utara dan garis balik selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan oktober sampai april. Sementara di kawasan asia timur terjadi bulan mei sampai agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau.
            Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya: huajn gerimis/drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5mm. Hujan salju terdiri dari Kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0o celsisus. Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0o celsisus. Hujan deras/rain,curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0o celsisus dengan diemeter 7mm.

JENIS-JENIS AWAN


  1. 1.      Stratus 
Letaknya rendah, berwarna abu-abu dan pinggirnya bergerigi dan menghasilkan hujan gerimis salju.
  1. 2.      Kumulus 
Letaknya rendah, tidak menyatu / terpisah-pisah. Bagian dasarnya berwarna hitam dan di atasnya putih. Awan ini biasanya menghasilkan hujan
  1. 3.      Stratokumulus 
Letaknya rendah, berwarna putih atau keabua-abuan. Bentuknya bergelombang dan tidak membawa hujan.
  1. 4.      Kumulonimbus 
Letaknya rendah sperti menara, berwarna putih dan hitam, membawa badai.
  1. 5.      Nimbostratus 
Letaknya tidak terlalu tinggi, gelap, lapisannya pekat, bagian bawah bergerigi serta membawa hujan atau salju.
  1. 6.      Altostratus 
Ketinggian sedang, awan berwarna keabu-abuan, tipis, mengandung hujan.
  1. 7.      Altokumulus 
Ketinggian sedang, putih atau abu-abu, bergulung-gulung atau melingkar seperti makaroni.
  1. 8.      Sirus 
Tinggi, putih atau sebagian besar putih seperti sutra tipis, bergaris-garis
  1. 9.      Sirostratus 
Tinggi, putih seperti cadar, bisa juga seperi untaian, luas menutupi langit
  1. 10. Sirokumulus 
Tinggi, tebal, putih, terpecah-pecah, mengandung butir-butir es kecil.
·         Awan terbentuk karena terjadinya pengupan dipermukaan bumi yang membentuk molekul-molekul kecil, karena pengaruh massa jenis lebih rendah maka naik ke permukaan atmosfir membentuk gumpalan yaitu awan
·         Terjadinya hujan dipengaruhi oleh pergerakan angin serta suhu udara disekitar permukaan bumi.
·          Pergerakan awan seiring dengan pergarakan angin.

TITRASI ASAM DAN BASA

          Analisa volumetrik adalah suatu cara menentukan jumlah (kuantitatif) suatu zat. Analisa ini tergantung pada pengukuran volume yang tepat dari dua macam larutan yang bereaksi sempurna. Salah satu larutan harus diketahui  konsentrasinya, larutan ini disebut larutan standar, sedangkan larutan yang lain akan ditentukan konsentrasinya oleh larutan standar. Proses penentuan konsentrasi ini disebut titrasi.
          Dalam proses titrasi suatu larutan ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan yang volumenya telah diketahui, sampai mencapai titik ekivalen, yaitu jumlah stoikhiometri (perbandingan mol) dari kedua pereaksi. Titik akhir titrasi/reaksi diketahui ketika indikator yang digunakan tepat mengalami perubahan warna.
          Ada empat macam reaksi yang digunakan dalam titrasi:
a.       Reaksi asam-basa
b.      Reaksi redoks
c.       Reaksi pengendapan
d.      Reaksi pembentukan kompleks
          Dalam titrasi, suatu larutan A dengan konsentrasi Ma bereaksi dengan larutan B dengan konsentrasi Mb dengan persamaan reaksi:
aA + bB → hasil reaksi
a dan b            = perbandingan mol zat yang bereaksi
A da B            = zat yang bereaksi
Konsentrasi dinyatakan dalam molaritas (M), yaitu:
M = mol/liter larutan
Maka berdasarkan persamaan stoikhiometri untuk reaksi yang sempurna:
VA  x MA x b = VB x MB x a
          Pada percobaan ini akan dilakukan titrasi untuk menentukan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan standar (larutan baku) asam oksalat, dan penentuan konsentrasi larutan HCL dengan larutan NaOH.
2NaOH + H2C2O2               Na2C2O4 + 2H2O
VNaOH x MNaOH x 2       =          VH2c2o4 x 1
HCl + NaOH                      NaCl + H2O
VHCl x MHCl x 1           =          VNaOH x MNaOH x 1
          Titrasi ini berdasarkan reaksi penetralan asam dengan basa. Pada titik ekivalen, jumlah asam yang dititrasi ekivalen dengan jumlah basa yang dipakai. Untuk menentukan titik ekivalen ini biasanya digunakan indikator asam basa yaitu suatu zat yang dapat berubah warna yang tergantung pada pH larutan. Indikator harus dipilih sehingga pH titik ekivalen titrasi terdapat pada daerah perubahan warna indikator. Jika pada suatu titrasi menggunakan indikator tertentu timbul perubahan warna, maka titik akhir titrasi  telah tercapai. Jadi titik akhir titrasi adalah saat timbulnya perubahan indikator yang dipakai. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik ekivalen dan selisihnya disebut kesalahan titrasi. Dengan pemilihan indikator yang tepat dapat memperkecil kesalahan titrasi ini.
          Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa diperlukan larutan standar, yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya, dan biasanya berupa larutan asam atau basa yang mantap (konsentrasinya tidak mudah berubah). Larutan standar dapat dibagi dua yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya, dalam proses pembuatannya larutan standar primer ini tidak perlu distandarisasi dengan larutan lain untuk memastikan konsentrasi larutan yang sebenarnya, contoh larutan standar primer pada percobaan ini adalah asam oksalat. Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan yang dipergunakan untuk menstandarisasi/menentukan konsentrasi larutan lain tetapi larutan standar tersebut harus distandarisasi terlebih dahulu untuk memastikan konsentrasi yang sebenarnya, contohnya pada percobaan ini adalah NaOH.

Syarat-syarat larutan standar primer:
a.       Harus tersedia dengan mudah dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian yang diketahui. Pada umumnya total ketidak murnian tidak melampaui 0,02% dan harus mungkin memeriksa ketidak murnian itu dengan percobaan kuantitatif yang kepekaannya diketahui.
b.      Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh terlalu higroskopik sehingga menyerap air selama penimbangan. Tidak boleh kehilangan bobot bila dibiarkan di udara terbuka. Hidrat-hidrat garam biasanya tidak digunakan sebagai standar primer.
c.       Mempunyai bobot ekivalen yang tinggi agar kesalahan dalam penimbangan dapat diminimalkan.
d.      Lebih baik zat yang berasal dari asam dan basa kuat yang disosiasinya tinggi.
Asam dan basa lemah dapat juga digunakan sebagai standar primer untuk menstandarisasi asam atau basa lemah yang lain. 


Jaring Insang (Gillnet)



 2.1.1        Definisi gillnet
          Gillnet sering disebut juga sebagai “jaring insang”.  Istilah gillnet di dasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap “gillnet” terjerat di sekitar operculumnya pada mata jaring.  Dalam bahasa Jepang, gillnet disebut dengan istilah “sasi ami”, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet, ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut “menusukkan diri-sasu” pada “jaring-ami”. Di Indonesia, penanaman gillnet ini beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring karo, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa AU, 1981).
          Gillnet yaitu alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama (Ayodhyoa AU, 1981 dalam Rustandar, 2005).
Menurut Vide (2001), umunya jaring insang dioperasikan dalam rangkaian yang panjang hingga mencapai 3.000 – 4.000 meter, kadangkala dioperasikan secara terhanyut bersama – sama kapalnya atau ditetapkan kedudukannya dengan bantuan jangkar membentang sepanjang dasar perairan maupun pada kedalaman tertentu.

2.1.2        Klasifikasi gillnet
          Menurut Martasuganda (2005), jaring insang dapat diklasifikasikan berdasarkan metode pengoperasiannya menjadi lima jenis, yaitu (1) jaring insang tetap (fixed gillnet atau set gillnet), (2) jaring insang hanyut (drift gillnet), (3) jaring insang lingkar (encircling gillnet), (4) jaring insang giring (frightening gillnet atau drive gillnet), (5) jaring insang sapu (rowed gillnet). Menurut Ayodhyoa (1981), berdasarkan lapisan jaring yang membentuk dinding jaring dibedakan menjadi jaring insang berdinding tunggal dan berdinding tiga (trammel net), sedangkan berdasarkan lapisan kedalaman air tempat dioperasikannya alat ini dapat dibedakan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang lapisan air tengah (midwater gillnet), dan jaring insang dasar (bottom gillnet).

2.1.3        Konstruksi gillnet
          Menurut Martasuganda (2005), gillnet terdiri dari beberapa bagian yaitu:
·         Pelampung (float), berfungsi untuk menghasilkan gaya apung pada gillnet,
·         Tali pelampung (float line), adalah tali yang dipakai untuk memasang pelampung yang bahannya terbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl chloride, saran atau bahan lainnya yang bisa dijadikan untuk tali pelampung,
·         Tali ris atas dan bawah, berfungsi untuk dipakai memasang atau menggantungkan badan jaring. Pemasangan tali ris bagian atas dipasang di bawah tali pelampung sedangkan tali ris bawah dipasang di atas tali pemberat,
·         Tali penggantung badan jaring bagian atas dan bawah (upper bolch line and under bolch line), adalah tali yang dipakai untuk menyambungkan atau menggantungkan badan jaring pada tali ris,
·         Srampad atas dan bawah (upper selvedge and under selvedge), adalah susunan mata jaring yang ditambahkan pada badan jaring bagian atas dan bagian bawah. Tujuan pemasangan srampad adalah sebagai penguat badan jaring dan untuk mempermudah pengoperasian jaring,
·         Badan jaring atau jaring utama (main net), adalah bagian dari jaring yang digunakan untuk menangkap ikan,
·         Tali pemberat (sinker line), adalah tali yang dipakai untuk memasang pemberat yang bahannya terbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl chloride, saran atau bahan lainnya yang bisa dijadikan untuk tali pemberat dan
·         Pemberat (sinker), berfungsi untuk menghasilkan gaya berat pada gillnet.


2.1.4        Metode pengoperasian gillnet
          Secara umum pengoperasian gillnet dilakukan secara pasif, tetapi ada juga yang dilakukan secara semi aktif pada siang hari. Pengoperasian gillnet secara pasif umumnya dilakukan pada malam hari, dengan atau tanpa alat bantu cahaya. Kemudian gillnet dipasang di perairan yang diperkirakan akan dilewati ikan atau hewan lainnya dan dibiarkan beberapa lama sampai ikan menabrak dan terjerat memasuki mata jaring. Lama waktu pemasangan gillnet disesuaikan dengan target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan yang mengoperasikan (Martasuganda, 2005).
          Metode pengoperasian alat tangkap gillnet pada umunya terdiri atas beberapa tahap, yaitu:
·          Persiapan Alat
          Sebelum operasi dimulai semua peralatan dan perbekalan harus dipersiapkan dengan teliti. Jaring harus disusun di atas kapal dengan memisahkan antara pemberat dan pelampung supaya mudah menurunkannya dan tidak kusut. Penyusunan gillnet diatas kapal penangkapan ikan disesuaikan dengan susunan peralatan di atas kapal atau tipe kapal yang dipergunakan. Sehingga dengan demikian gillnet dapat disusun di atas kapal (Hadian, 2005).
·         Waktu Penangkapan
          Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap gillnet umumnya dilakukan pada waktu malam hari terutama pada saat gelap bulan. Dalam satu malam bila bulan gelap penuh operasi penangkapan atau penurunan alat dapat dilakukan sampai dua kali karena dalam sekali penurunan alat, gillnet didiamkan terpasang dalam perairan sampai kira-kira selam 3-5 jam (Hadian, 2005).
·         Daerah Penangkapan (Fishing Ground)
          Setelah semua peralatan tersusun rapi maka kapal dapat dilayarkan menuju ke daerah penangkapan (fishing ground). Syarat-syarat daerah penangkapan yang baik untuk penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet adalah (Subani dan Barus, 1989):
1.      bukan daerah alur pelayaran umum
2.      arus arahnya beraturan dan paling kuat sekitar 4 knots
3.      dasar perairan tidak berkarang
·         Penurunan Alat
          Bila kapal telah sampai di daerah penangkapan, maka persiapan alat dimulai (Krisnandar, 2001), yaitu:
1.      posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari tempat penurunan alat.
2.      setelah kedudukan/ posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring dapat diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan jangkar, pelampung tanda ujung jaring atau lampu, kemudian tali slambar depan, lalu jaring, tali slambar pada ujung akhir jaring atau tali slambar belakang, dan terakhir pelampung tanda.
3.      pada saat penurunan jaring, yang harus diperhatikan adalah arah arus laut. Karena kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara 450-900.
·         Penaikan Alat dan Pengambilan Ikan
          Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan sekitar 3-5 jam, jaring dapat diangkat (dinaikkan) ke atas kapal untuk diambil ikannya. Bila hasil penangkapan baik, jaring dapat didiamkan selama kira-kira 3 jam sedangkan bila hasil penangkapan sangat kurang jaring dapat lebih lama didiamkan di dalam perairan yaitu sekitar 5 jam. Bila lebih lama dari 5 jam akan mengakibatkan ikan-ikan yang tertangkap sudah mulai membusuk atau kadang-kadang dimakan oleh ikan lain yang lebih besar (Martasuganda, 2005).

Urutan pengangkatan alat ini adalah merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat yaitu dimulai dari pelampung tanda, tali selambar belakang, baru jaring, tali selambar muka dan terakhir pelampung tanda. Apabila ada ikan yang tertangkap, lepaskan ikan tersebut dari jaring dengan hati-hati agar ikan tidak sampai terluka. Untuk hal tersebut bila perlu dengan cara memotong satu atau dua kaki (bar) pada mata jaring agar ikan dilepas tidak sampai luka/ rusak. Ikan-ikan yang sudah terlepas dari jaring segera dicuci dengan air laut yang bersih dan langsung dapat disimpan ke dalam kapal, dengan dicampur pecahan es atau garam secukupnya agar ikan tidak lekas membusuk (Subani dan Barus, 1989).