Terima Kasih Telah Berkunjung
http://catatanku-11.blogspot.co.id/

Pemilihan Lokasi Budidaya Kepiting Soka


     Menurut Anyar, (2011). Lokasi perairan alami yang ideal untuk budidaya kepiting soka adalah perairan mangrove, yang menjadi habitat alami kepiting bakau. Cara mudah untuk menentukan lokasi tersebut bisa dilihat dari keberadaan kepiting bakau di perairan tersebut. Semakin banyak kepiting bakau yang ditemukan, maka lokasi tersebut semakin baik dijadikan sebagai lokasi budidaya.
          Pemantauan lokasi dapat dilakukan dengan cara mengamati kondisi fisik perairan dan mengamati frekuensi kepiting yang tertangkap. Di habitatnya, keberadaan kepiting bakau dapat diketahui dari sarang kepiting yang berupa lubang di sekitar pohon bakau. Untuk menguji keberadaan kepiting di dalamnya, kita bisa memancingnya keluar dengan menggunakan pancing.
        Selain mengamati lokasi bersarangnya kepiting, perairan di sepanjang pantai yang dekat dengan hutan mangrove (khususnya bakau / Rhizophora sp.) juga berpotensi untuk dijadikan. Hal ini disebabkan kepiting juga melakukan perpindahan, baik untuk mencari sarang baru maupun mencari makanan. Untuk mengetahui seberapa banyak kepiting yang menggunakan lokasi tersebut sebagai tempat berkumpulnya, kita bisa mengetahuinya dengan melakukan penangkapan menggunakan perangkap. Perangkap yang digunakan bisa berupa jaring (gillnet) atau bubu. Semakin banyak kepiting yang tertangkap, maka semakin berpotensi pula lokasi tersebut digunakan untuk lokasi budidaya.
        Hal lain yang perlu diperhatikan untuk menentukan lokasi budidaya kepiting soka adalah letak lokasi perairan. Perairan yang terbuka cenderung memiliki gelombang dan arus yang kuat. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi umur teknis keramba yang digunakan. Sebaiknya lokasi budidaya yang dipilih adalah lokasi dengan perairan yang terlindung, seperti dalam mangrove atau perairan yang relatif lebih tenang.

Siklus Hidup Kepiting bakau


 Menurut Amir (1994), proses perkawinan kepiting tidak seperti pada udang  yang hanya terjadi pada malam hari (kondisi gelap). Dari hasil pengamatan di lapangan, ternyata kepiting bakau juga melakukan perkawinan pada siang hari. Proses perkawinan dimulai dengan induk jantan mendatangi induk betina akan dipeluk dengan menggunakan kedua capitnya yang besar. Induk kepiting jantan kemudian menaiki karapas induk kepiting betina, posisi kepiting betina dibalikkan oleh yang jantan sehingga posisinya berhadapan, maka proses kopulasi akan segera berlangsung. Kepiting bakau dalam menjalani kehidupannya beruaya dari perairan pantai  ke laut, kemudian induk berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai, atau mangrove untuk berlindung , mencari makanan, atau membesarkan diri. Kepiting bakau yang telah siap melakukan pekawinan akan memasuki mangrove dan tambak. Setelah perkawinan berlangsung kepiting betina secara perlahan-perlahan akan beruaya di perairan bakau, tambak, ke tepi pantai, dan selanjutnya ke tengah laut untuk melakukan pemijahan.

Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau telah dewasa berada diperairan bakau, tambak, di sela-sela bakau, atau paling jauh di sekitar perairan pantai yaitu pada bagian-bagian yang berlumpur, dan ketersediaan pakan yang berlimpah (Kasry, 1996).            

Menurut Boer (1993), kepiting bakau (Scylla spp) yang telah beruaya ke perairan laut akan berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok untuk tempat melakukan pemijahan, khususnya terhadap suhu dan salinitas air laut. setelah telur menetas, maka masuk pada stadia larva, dimulai pada zoea 1 (satu) yang terus menerus berganti kulit sebanyak 5 (lima) kali, sambil terbawa arus ke perairan pantai sampai pada zoea 5 (lima). Kemudian kepiting tersebut berganti kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa, tetapi masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat megalopa ini, kepiting mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan pantai. Kemudian pada saat dewasa kepiting beruaya ke perairan mangrove untuk kembali melangsungkan perkawinan.