Terima Kasih Telah Berkunjung
http://catatanku-11.blogspot.co.id/

Marine dan Wisata Bahari

Kemasan kesempatan marine tourism (wisata bahari) sangat erat kaitannya dengan penemuan baru yang menciptakan kegiatan baru dan memungkinkan untuk akses ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak terpakai. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa kemasan kesempatan untuk rekreasi laut sudah semakin meningkat.
Ada banyak kegiatan laut yang tentunya tersedia sekarang namun tidak tersedia 30 tahun yang lalu. Isu penting yang berkaitan dengan penyediaan rekreasi laut adalah kualitas lingkungannya.
Kebanyakan kegiatan marine tourism tergantung pada kualitas sumber dayanya, misalnya, memancing tidak dapat terjadi jika tidak ada ikan. Sebuah kemasan marine tourism akan hilang kesempatan rekreasi lautnya jika suatu daerah begitu tercemar serta berbahaya bagi kesehatan manusia.
Hal tersebut adalah suatu kenyataan bagi daerah pelabuhan dan pantai seperti di beberapa kota besar. Dengan demikian, kemasan kegiatan laut, walaupun semakin beragam, namun tetap dibatasi oleh kualitas lingkungan.
Dampak dari kegiatan pariwisata dan ketertiban manusia terhadap lingkungan laut mau tidak mau mempengaruhi kemampuan kita agar memanfaatkan envinronment (lingkungan) untuk rekreasi. Isu-isu dampak dan manajemen sangatlah penting bagi masa depan wisata bahari.
Pengembangan Marine Tourism Yang Berkelanjutan Dan Berbasis Masyarakat

Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan perencana pembangunan.
Penafsiran yang multi-dimensional dari fenomena ini menjadikan pariwisata didefinisikan secara luas dan rumit. Konsep-konsep baru ditawarkan dengan penonjolan perspektif tertentu.
Pariwisata sering disamakan sebagai suatu industri karena fenomena ini terkait dengan proses-proses produksi barang dan jasa dengan menggunakan teknologi tertentu.
Dalam perspektif geografi, pariwisata terkait dengan fenomena mobilitas penduduk secara spasial yang terjadi karena perbedaan fungsi-fungsi ruang (dan isinya) bagi kehidupan komunitas masyarakat (Opperman, 1980).
Keterkaitan antara berbagai fenomena kehidupan masyarakat dalam pariwisata menyebabkan pariwisata ini hanya dapat dipahami dengan baik apabila didasarkan pada pendekatan interdisiplin dan transdisiplin.
Bisnis pariwisata saat ini menjadi sektor andalan di banyak negara. Naisbitt (1997) menyatakan, pariwisata merupakan penghasil uang terbesar dan sektor terkuat dalam perekonomian global.
Pariwisata telah mampu mempekerjakan sebanyak 204 juta orang di seluruh dunia menghasilkan 10,6 persen Produk Nasional Bruto dunia; memberikan  kontribusi pajak sebesar 655 juta dollar, sehingga tidak mengherankan apabila banyak negara berlomba-lomba menjadikan negaranya sebagai objek yang kaya akan daya tarik kepariwisataan.
Seperti di Indonesia, pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar ke tiga setelah tekstil dan migas. Hal ini menunjukkan bahwa industri jasa bidang pariwisata memilik potensi yang cukup besar untuk menjadi tulang punggung perekonomian nasional di masa mendatang (Sutowo, 2002).
Sektor kepariwisataan menunjukkan perkembangan dan kontibusi ekonomi yang cukup menarik dibandingkan dengan sektor lain di saat Indonesia menghadapi masa krisis yang berkepanjangan.
Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 (rata-rata hari kunjungan 9,18 hari/orang) di tahun 1998 meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12,26/orang pada tahun 2000.
Besarnya devisa yang diperoleh sektor pariwisata pada tahun 2000 sebesar 5.75 milyar US$. Hal ini menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial untuk dikembangkan di masa krisis.
Salah satu sumberdaya wisata yang potensial, yaitu wilayah pesisir mempunyai kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentuk alam, struktur historis, adat, budaya dan berbagai sumberdaya lain yang terkait dengan pengembangan kepariwisataan. ”Hal ini merupakan karunia dan anugerah Tuhan untuk dapat dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Karena sebagai mahluk yang termulia diberi kuasa untuk memanfaatkan alam serta segala isinya dengan penuh tanggung jawab. Alam dan sekitarnya dengan berbagai keragaman yang tinggi seperti wilayah pesisir mempunyai nilai atraktif dan turistik wajib dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan melalui marine tourism”.
Keragaman daerah pesisir untuk marine tourism berupa bentuk alamnya dan juga keterkaitan ekologisnya dapat menarik minat wisatawan baik untuk bermain, bersantai atau sekedar menikmati pemandangan.
Marine tourism merupakan suatu bentuk wisata potensial termasuk di dalam kegiatan clean industry. Pelaksanaan marine tourism yang berhasil apabila memenuhi berbagai komponen, yaitu terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya (Siti Nurisyah, 1998).
Dengan memperhatikan komponen tersebut maka marine tourism akan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian masyarakat. Daya tarik marine tourism di kawasan pesisir dan lautan Indonesia, merupakan anugerah yang tidak semua negara di dunia memiliki kekayaan alam yang indah seperti ini.
Dengan demikian agar pengembangan marine tourism dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembangunan, maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan strategi yang terencana dan sistematis bagi masyarakat lokal.
Keterlibatan atau partisipasi masyarakat lokal sangatlah penting, termasuk dalam kaitannya dengan upaya keberlanjutan pariwisata itu sendiri yang mencakup perlindungan terhadap lingkungan maupun manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang menjadi faktor utama dalam perspektif pengembangan pariwisata daerah.
Pengembangan pariwisata ini sudah tentu mempunyai kaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun dari segi sosial budaya.
Apabila dilihat dari segi ekonomi, pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD), antara lain berupa pajak, retribusi dan sumber devisa bagi negara.
Disamping itu, Industri pariwisata sebagai industri padat karya akan membuka lapangan kerja bagi penduduk setempat, sekaligus akan membuka peluang bagi home industri bagi masyarakat setempat dalam bentuk karya seni kerajinan tangan dan souvenir khas daerah, jasa pemandu, jasa transportasi, restaurant, dll. Hal tersebut akan menambah pendapatan bagi masyarakat setempat.
Konsep Marine Tourism
Pembangunan pariwisata saat ini di arahkan untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Marine tourism dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir, sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dimasa kini dan masa yang akan datang.
Jenis wisata ini dapat memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, diving, pancing, dan lain-lain.
Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai, piknik menikmati atmosfer dan pemandangan wilayah pesisir dan laut (Siti Nurisyah, 1998).
Konsep marine tourism di dasarkan pada pemandangan, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Wheat (1994) berpendapat bahwa marine tourism adalah pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam.
Steele (1993) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka.
Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu :
  1. Lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu .
  2. Masyarakat; ecotourism harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat.
  3. Pendidikan dan pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.
  4. Berkelanjutan; ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
  5. Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability (berkelanjutan) lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasi mendatang.
Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan ecotourism yang berkelanjutan.
Hiburan dan pengetahuan, yang secara tidak langsung bagi alam juga memberikan manfaat, yaitu adanya insentif yang dikembalikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam.
Output tidak langsung, yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri setiap orang (wisatawan) untuk memperhatikan sikap hidup sehari-hari agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini tumbuh sebagai akibat dari kesan yang mendalam yang diperoleh wisatawan selama berinteraksi secara langsung dengan lingkungan bahari.
Orientasi pemanfaatan utama pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan secara terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata.
Aspek kultural dan aspek fisik merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai suatu kawasan marine tourism.
Gunn (1993) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu :
  1. Mempertahankan kelestarian lingkungannya.
  2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.
  3. Menjamin kepuasan pengunjung.
  4. Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya.
Disamping keempat aspek di atas, kemampuan daya dukung untuk setiap kawasan berbeda-beda, sehingga diperlukan perencanaan secara spatial akan bermakna.
Secara umum ragam daya dukung marine tourism, meliputi :
a. Daya dukung ekologis.
Pigram (1983) mengemukakan bahwa daya dukung ekologis sebagai tingkat maksimal penggunaan suatu kawasan.
b. Daya dukung fisik.
Suatu kawasan wisata merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam areal tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.
c. Daya dukung sosial.
Suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan.
d. Daya dukung reakreasi.
Merupakan suatu konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan kawasan.
Konsep Marine Tourism Berkelanjutan Berbasis Masyarakat
Pembangunan berkelanjutan pada umumnya mempunyai sasaran memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengurangi manfaat bagi generasi mendatang.
Charles Birchdalam Erari K,Ph (1999) membandingkan dunia sekarang ibarat kapal Titanic dengan gunung es yang terlihat sebanyak 5 (lima) pucuk yang merupakan ancaman bagi kehidupan manusia antara lain: ledakan penduduk, krisis pangan, terkurasnya sumberdaya alam, pengrusakan lingkungan hidup, dan perang.
Selanjutnya disebutkan bahwa suatu tuntutan akan perlunya masyarakat yang berkelanjutan, dan panggilan kemanusiaan untuk bertindak sedemikian rupa agar kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya menikmati hidup berkelanjutan ditengah keterbatasan dunia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan masyarakat untuk memelihara lingkungan demi kehidupan masa mendatang.
Dengan demikian bahwa pariwisata berkelanjutan harus bertitik tolak dari kepentingan dan partisipasi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan wisatawan/pengunjung sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan kata lain bahwa pengelolaan sumberdaya marine tourism dilakukan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi dengan memelihara integritas kultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan.
Adapun prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan ini menurut Burns dan Holden terdiri dari :
  1. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa sebagai aset pariwisata. Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek, namun juga untuk kenpentingan generasi mendatang.
  2. Pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktifitas yang positif dengan memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan dan wisatawan itu sendiri.
  3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga lingkungan tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus tidak merusak sumberdaya, sehingga masih dapat dinikmati oleh generasi mendatang atau membawa dampak yang dapat diterima.
  4. Aktifitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala / ukuran alam dan karakter tempat kegiatan tersebut dilakukan.
  5. Pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun antara kebutuhan-kebutuhan wisatawan, tempat/lingkungan dan masyarakat lokal.
  6. Dalam dunia yang dinamis dan penuh dengan perubahan, dapat selalu memberikan keuntungan. Adaptasi terhadap perubahan, bagaimanapun juga, jangan sampai keluar dari prinsip-prinsip ini.
  7. Industri pariwisata, pemerintah lokal dan lembaga swadaya masyarakat, pemerhati lingkungan, semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip tersebut di atas dan kekerja bersama untuk merealisasikannya.
Agar supaya marine tourism dapat berkelanjutan maka produk marine tourism yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik.
Dengan demikian masyarakat akan peduli terhadap sumberadaya wisata karena memberikan manfaat sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya.
Cernea (1991) dalam Lindberg dan Hawkins (1995) mengemukakan bahwa, partisipasi lokal memberikan banyak peluang secara efektif dalam kegiatan pembangunan di mana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran sosial dan bukan subjek pasif untuk mengelola sumberdaya dan membuat keputusan serta melakukan kontrol terhadap kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi kehidupan sesuai dengan kemampuan mereka.
Adanya kegiatan marine tourism haruslah menjamin kelestarian lingkungan, terutama yang terkait dengan sumberdaya hayati yang bersifat renewable maupun non renewable, sehingga dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar