Terima Kasih Telah Berkunjung
http://catatanku-11.blogspot.co.id/

Karena Ukuran Kita Tak Sama

"seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya
    memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti
    memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan
    kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi"

Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta.

Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya,

“Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!”

Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab.

”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya,

“Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!”

Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras.

kisah inspirasi
”Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan menangkapnya. Masuklah hai ‘Utsman!” ’Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema memenuhi lembah dan bukit di sekalian padang.

“Masuklah kemari!” seru ‘Utsman,“Akan kusuruh pembantuku menangkapnya untukmu!”.

”Tidak!”, balas ‘Umar, “Masuklah ‘Utsman! Masuklah!”

“Demi Allah, hai Amirul Mukminin, kemarilah, Insya Allah unta itu akan kita dapatkan kembali.“

“Tidak, ini tanggung jawabku. Masuklah engkau hai ‘Utsman, anginnya makin keras, badai pasirnya mengganas!”

Angin makin kencang membawa butiran pasir membara. ‘Utsman pun masuk dan menutup pintu dangaunya. Dia bersandar dibaliknya & bergumam,

”Demi Allah, benarlah Dia & RasulNya. Engkau memang bagai Musa. Seorang yang kuat lagi terpercaya.”

‘Umar memang bukan ‘Utsman. Pun juga sebaliknya. Mereka berbeda, dan masing-masing menjadi unik dengan watak khas yang dimiliki.
‘Umar, jagoan yang biasa bergulat di Ukazh, tumbuh di tengah bani Makhzum nan keras & bani Adi nan jantan, kini memimpin kaum mukminin. Sifat-sifat itu –keras, jantan, tegas, tanggungjawab & ringan tangan turun gelanggang – dibawa ‘Umar, menjadi ciri khas kepemimpinannya.

‘Utsman, lelaki pemalu, anak tersayang kabilahnya, datang dari keluarga bani ‘Umayyah yang kaya raya dan terbiasa hidup nyaman sentausa. ’Umar tahu itu. Maka tak dimintanya ‘Utsman ikut turun ke sengatan mentari bersamanya mengejar unta zakat yang melarikan diri. Tidak. Itu bukan kebiasaan ‘Utsman. Rasa malulah yang menjadi akhlaq cantiknya. Kehalusan budi perhiasannya. Kedermawanan yang jadi jiwanya. Andai ‘Utsman jadi menyuruh sahayanya mengejar unta zakat itu; sang budak pasti dibebaskan karena Allah & dibekalinya bertimbun dinar.

Itulah ‘Umar. Dan inilah ‘Utsman. Mereka berbeda.

Bagaimanapun, Anas ibn Malik bersaksi bahwa ‘Utsman berusaha keras meneladani sebagian perilaku mulia ‘Umar sejauh jangkauan dirinya. Hidup sederhana ketika menjabat sebagai Khalifah misalnya.

“Suatu hari aku melihat ‘Utsman berkhutbah di mimbar Nabi ShallaLlaahu ‘Alaihi wa Sallam di Masjid Nabawi,” kata Anas . “Aku menghitung tambalan di surban dan jubah ‘Utsman”, lanjut Anas, “Dan kutemukan tak kurang dari tiga puluh dua jahitan.”

Dalam Dekapan ukhuwah, kita punya ukuran-ukuran yang tak serupa. Kita memiliki latar belakang yang berlainan. Maka tindak utama yang harus kita punya adalah; jangan mengukur orang dengan baju kita sendiri, atau baju milik tokoh lain lagi.

Dalam dekapan ukhuwah setiap manusia tetaplah dirinya. Tak ada yang berhak memaksa sesamanya untuk menjadi sesiapa yang ada dalam angannya.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf.

Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.

Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. ‘Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban yang telak dan lucu.

“Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan ‘Umar” kata lelaki kepada ‘Ali, “Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?”

“Sebab,” kata ‘Ali sambil tersenyum, “Pada zaman Abu Bakar dan ‘Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!”

Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, ‘Umar, “Utsman atau ‘Ali.

Sebagaimana Nabi tidak meminta Sa’d ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak mengikuti.

Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.

Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.

Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai “haq” dan “bathil”. Istilah yang tepat adalah “shawab” dan “khatha”.

Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.

Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran yang lebih bercahaya.

Imam Asy Syafi’i pernah menyatakan hal ini dengan indah. “Pendapatku ini benar,” ujar beliau,”Tetapi mungkin mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.”

Teripang


1. Klasifikasi/ Sistematika Teripang
            Teripang termasuk ke dalam Filum Echinodermata dari Kelas Holothuroidea. Tubuh hewan ini lunak, panjang silindris, memiliki warna dan corak yang beragam, memiliki tentakel pada bagian mulut atau oral, kaki tabung, dan beberapa jenis dapat mengeluarkan cairan yang lengket seperti getah karet untuk melindungi diri (Widigdo dkk., 2005)
Teripang adalah istilah yang diberikan untuk hewan invertebrata timun laut (Holothuroidea) yang dapat dimakan. Ia tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat Teripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic levels). Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit (deposit feeder) dan pemakan suspensi (suspensi feeder) (Martoyo, 2007).
Menurut Clark and Rowe (1971) klasifikasi teripang adalah sebagai berikut:
Filum                : Echinodermata
Sub filum        : Echinozoa
Kelas                : Holothuroidea
Sub kelas          : Apidochirotacea
Ordo                 : Aspidochirotida
Famili              : Holothuridae
Genus               :  Holothuria
Spesies             :  Holothuria sp

Teripang merupakan salah satu anggota dari filum Echinodermata, yaitu  kelompok hewan invertebrata yang berkulit duri. Namun tidak semua teripang mempunyai duri pada kulitnya. Duri-duri pada teripang sebenarnya adalah skelet atau rangka dari kapur tersusun dari kapur yang terdapat dalam kulitnya (Nontji, 1987).

2. Morfologi dan Anatomi Teripang
              Rangka kapur teripang tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, karena bentuknya sangat kecil dan hanya dapat di lihat dengan bantuan miksroskop (Martoyo dkk., 2007).


Teripang dalam ekosistem laut termasuk dalam katagori benthos yang mendiami dasar perairan pantai dan dapat digunakan sebagai indikator untuk menunjukan keadaan lingkungan dimana komunitas tersebut berada (Krebs, 1972). Teripang adalah salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Tubuh teripang lunak, berdaging dan bentuknya silindris memanjang seperti buah ketimun, itulah sebabnya hewan ini dinamakan ketimun laut. Gerakannya sangat lambat sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Warnanya pun bermacam – macam mulai dari hitam, abu – abu, kecoklat – coklatan, kemerah – merahan, kekuning – kuningan, sampai putih (Martoyo, 2007).
            Teripang umumnya berbentuk bulat panjang atau selindris sekitar 10-30 cm. Mulutnya dikelilingi oleh tentakel-tentakel atau lengan peraba yang kadang-kadang bercabang-cabang, mulut terdapat pada salah satu ujungnya dan dubur pada ujung lainnya. Tubuhnya berotot, tipis dan tebal, lembek atau licin serta kulitnya dapat kasar atau berbintil bintil (Nontji, 1993).
            Berdasarkan kedudukan mulut dan anus, tubuh teripang dibagi menjadi dua yaitu anterior dan posterior. Sekeliling mulut terdapat 10-30 tantakel yang dapat dijulurkan dan ditarik kembali karena adanya kontraksi otot refraktor tantakel dan refraktor mulut (Fechter, 1974). Tantakel ini berguna untuk mengambil makanan, yaitu detritus dan plankton yang berada di sekitarnya (Barnes, 1963).
Tubuh teripang yang bulat memanjang dengan garis oral sebagai sumbu yang menghubungkan anterior dan posterior, sepintas tidak diduga bahwa kelompok ini termasuk filum binatang berkulit duri karena penampakannya tidak demikian, duri-duri terisebut merupakan butir-butir kapur mikroskopik yang terletak tersebar di dalam lapisan dermis (Hyman, 1995).         
Teripang termasuk jenis hewan diocius. Artinya hewan yang berkelamin jantan terpisah dengan yang berkelamin betina. Untuk membedakan jenis kelamin tersebut secara morfologis sangat sulit sekali dan harus dilakukan pembedaan gonad untuk diambil organ kelamin (Martoyo dkk., 2007). Alat kelamin atau reproduksi teletak pada bagian mulut atau sebelah dorsal anterior yang berbentuk  tubulus memanjang sifatnya diocious (Notowinarto, 1994).
Menurut Johnson et al., (1977), teripang memiliki dua macam sistem pernafasan, yaitu pernafasan berbentuk saluran yang bercabang-cabang seperti pohon sehingga dikenal dengan nama pohon pernapasan (respiratory tree) yang berfungsi menghisap oksigen dan menyalurkan ke darah, dan pernapasan berbentuk kaki tabung (teube feet) yang terletak di dinding tubuh berfungsi mengisap oksigen yang terlarut dalam air.

3. Habitat Teripang
Teripang ditemukan hampir di seluruh perairan pantai mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan yang dalam (Nontji, 1993). Habitat spesies teripang yaitu paparan terumbu karang, tempat berpasir, tempat berbatu dan pasir lumpur (Martoyo dkk., 2007). Menurut Suwarni (1987) dalam Nuraini dkk.,  (1995), teripang dapat dijumpai pada dasar perairan yang berpasir, sedikit berlumpur atau pada pecahan karang bercampur lumpur laut.
Teripang lebih suka hidup di perairan yang jernih dan relatif tenang, habitat yang spesifik untuk teripang pasir adalah daerah yang berpasir atau pasir yang bercampur lumpur yang mempunyai kedalaman kurang dari 1 – 40 meter atau perairan dangkal yang banyak di jumpai  lamun (Martoyo dkk., 2007), selanjutnya Barnes dalam Suprapto dkk., (1994), menyatakan bahwa teripang muda biasa berada pada perairan dangkal (2-5 meter) hal ini terjadi karena larva hewan ini bersifat planktonis sehingga akan terbawa arus dari peraiaran dalam ke arah pantai dan beberapa saat kemudian menjad individu muda yang hidup di perairan dangkal.
Menurut  Conand dan Sloan (1989), teripang ditemukan pada habitat yang selalu berada di bawah garis surut terendah. Topografi dan tingkat kekeringan dari rataan terumbu pada lokasi setempat sangat berpengaruh terhadap distribusi teripang yang ada pada lokasi tersebut. Habitat dengan dasar pasir karang yang ditumbuhi lamun (seagrass) merupakan tempat hidup teripang.
Teripang yang banyak dijumpai di daerah pasang surut hingga laut dalam lebih menyukai hidup pada habitat-habitat tertentu. Beberapa kelompok teripang hidup di daerah berbatu yang dapat digunakan untuk bersembunyi, sedangkan teripang lain hidup pada rumput atau lamun dan ada juga yang membuat lubang dan lumpur atau pasir. Teripang pada umumnya berada pada tempat yang airnya tenang, teripang tidak tahan terhadap suatu kondisi yang sedikit ekstrim. Ada beberapa jenis tertentu jika mengalami gangguan, mereka akan mengeluarkan isi perutnya yang  mempunyai daya lekat tinggi (Kastoro dan Surjadinoto dalam Winanto, 1987). Teripang biasanya bersembunyi dalam lubang atau celah batu dan koral, atau membenamkan diri dalam lumpur atau pasir laut, dan hanya bagian posteriornya saja yang tampak (Suwignyo dkk., 2005).
Pada perairan Wori, Kima Bajo dan Tiwoho yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Tuminting, Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi Sulawesi Utara teripang hampir dijumpai di seluruh perairan pantai dari kedalaman 1 meter sampai kedalaman 30 meter. Di perairan ini jenis teripang komersial yang termasuk dalam kategori utama adalah Holothuria scabra, Holothuria nobilis dan Thelenota ananas, yang bernilai ekonomi menengah adalah Bohadschia marmorata, Bohadschia. argus, Holothuria atra, Actinopygalecanora sp dan Actinopygalecanora. mauritiana, sedangkan jenis lainnya termasuk dalam kategori rendah. Kelompok jenis biota ini dapat hidup di berbagai macam habitat, seperti daerah rataan terumbu, pertumbuhan alga dan padang lamun (Yusron, 2007).
4. Penyebaran Teripang
Teripang tersebar di seluruh lautan di berbagai belahan dunia. Di daerah tropis terdapat jenis-jenis teripang komersial meliputi marga Actinopyga, Bohadschia, Holothuria, Stichopus dan Thelenota dari suku Holothuriidae dan Stichopodidae yang masuk dalam ordo Aspidochirotida. Teripang dari ordo tersebut juga banyak menghuni daerah litoral di perairan Indonesia (Yusron dan Widianwari, 2004).
Daerah penyebaran teripang di Indonesia cukup luas terutama di daerah terumbu karang, perairan yang berdasar pasir, berbatu karang dan pasir bercampur lumpur yaitu antara lain di Bangka dan sekitarnya, Kepulauan Kangean, Sulawesi (Selatan, Tenggara, Tengah dan Utara), Maluku (Tengah, Utara dan Tenggara), Nusa Tenggara Barat terutama Sumbawa (Teluk Saleh, Waworada dan Sape), Nusa Tenggara Timur (Flores, Sumba dan Timur) (Widodo dkk,, 1998).
Teripang (Holothuroidea) tersebar di seluruh perairan laut Indonesia, mulai dari Barat sampai ke Timur. Hewan ini ditemukan hampir di seluruh pantai, mulai dari daerah dangkal sampai kedalaman 40 meter (Aziz, 1997). Teripang (Holothuroidea) merupakan golongan hewan yang umum dijumpai. Hewan ini banyak terdapat di paparan terumbu karang dan pantai berbatu atau berlumpur.
Teripang tidak hanya dijumpai di perairan dangkal, ada juga yang hidup di laut dalam, bahkan di palung laut  yang  terdalam  di dunia pun terdapat teripang (Nontji, 1993). Secara umum pola penyebaran individu di alam ada tiga yaitu: Random, clumped (mengelompok) dan uniform. Pola mengelompok merupakan pola penyebaran paling umum, sedangakan penyebaran yang bersifat random di alam ini jarang terjadi. Mengelompoknya individu-individu dalam suatu populasi dapat di sebabkan oleh beberapa hal antara lain: Respon terhadap habitat lokal yang berbeda ,respon terhadap perubahan cuaca harian atau musiman dan respon akibat proses reproduksi (Odum, 1973).
Dari hasil penelitian di Desa Pai dan Imbeyomi, Padaido, Biak Numfor Papua yang dilakukan oleh Yusron (2007), didapatkan sepuluh jenis teripang jenis H. edulis, H. atra, dan H. nobilis. Kesepuluh jenis teripang yang didapatkan tergolong dalam ordo Aspidochirotida. Jenis-jenis tersebut selalu ditemukan di dasar perairan berpasir, komunitas lamun, rumput laut dan terumbu karang.
5. Daur Hidup Teripang
Menurut Bakus (1973), kehidupan teripang dialam mulai larva sampai teripang dewasa, hidup sebagai plankton dan sebagai bentik. Pada fase larva yakni pada stadia auricularia hingga doliolaria, hidup sebagai plankton, kemudian pada stadia pentactula hidup sebagai bentik sampai menjadi teripang dewasa.
Menurut Hyman (1955), pada umumnya Holothuria adalah dicocious artinya, hewan berkelamin jantan terpisah dengan yang berkelamin betina. Proses pembuahan terjadi di luar tubuh dengan cara teripang jantan mengeluarkan sperma terlebih dahulu, dan kira-kira 30 menit kemudian disusul oleh teripang betina yang mengeluarkan telurnya dengan cara menyemprotkan ke air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh seekor induk betina bekisar antara 4-5 juta butir.
Telur teripang berbentuk bulat dan berwarna putih. Ukuran telur bervariasi antara 160-180 µm . Telur yang telah dibuahi akan mengendap beberapa saat di dasar perairan. Sedangkan telur yg tidak dibuahi akan mengendap di dasar perairan (Notowinarto dan Putro, 1991).
6. Faktor Lingkungan Pendukung Kehidupan Teripang
Salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme baik secara vertikal maupun horizontal (Odum, 1993). Menurut Boolootian (1966 ) dalam Hartati (1966),  Holothuria hidup di daerah yang mempunyai salinitas normal dan tidak dapat mentolerir salinitas yang rendah, selanjutnya Hyman (1955), menjelaskn bahwa, spesies teripang yang hidup di perairan karang dapat menyesuaikan diri pada salinitas 30-37 ppm. Holothuria pada umumnya bersifat noctural dimana mereka aktif mencari makan pada malam hari dan menyembunyikan diri pada siang hari (Boolootian, 1966 dalam Hartati (1966).
Menurut Hamidah (1999), kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan teripang adalah 27-29°C. Pada suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh juga akan meningkat sehingga metabolisme teripang akan meningkat pula dan kecepatan makannya akan bertambah. Pada suhu lingkungan yang rendah suhu tubuh akan  menurun dan menurun pula metabolisme sehingga teripang akan berkurang nafsu makannya bahkan teripang akan kehilangan nafsu makan sama sekali.
Berubahnya suhu perairan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi distribusi suatu  organisme, keberadaan jenis dan keadaan seluruh kehidupan komunitas di laut dan muara sungai (Rangan, 1996). Menurut  Panggabean (1987), kondisi suhu untuk teripang dewasa adalah 26-30°C sehingga pertumbuhan teripang dapat optimal. Bakus (1973), mengemukaan bahwa, faktor penting yang menghalangi penyebaran teripang adalah salinitas dan suhu.
7. Asosiasi Ekosistem Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing (Polichaeta) (Bengen, 2001).
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata (feeding ground), tempat tinggal dan tempat asuhan biota perairan agar tidak tersapu arus laut (nursery ground), serta tempat memijah (spawning ground) melindunginya dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dkk., 1999).
  Teripang menyukai dasar perairan berpasir halus dengan tanaman pelindung (jenis-jenis lamun), terlindung dari ombak, kaya detritus, plankton, kandungan zat organik di lumpur atau di pasir (Aziz, 1997). Semakin melimpah keberadaan lamun, perairan akan semakin baik kualitasnya baik itu dari segi fisika, kimia dan biologi (Martoyo dkk., 2007).